Selasa, 28 Mei 2013

RUMAH ADAT DI INDONESIA



RUMAH ADAT DI INDONESIA BESERTA KETERANGANNYA
Disusun guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah Geografi permukiman
Dosen Pengampu : Drs. Sriyono, M.pd
 

Oleh
Siti Hayani
3201411145
Rombel 03



JURUSAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013
1.    Provinsi DI Aceh / Nanggro Aceh Darussalam / NAD, rumah adat tradisional : Rumoh aceh


Rumah tradisonal suku Aceh dinamakan Rumoh Aceh. Rumah adat ini bertipe rumah panggung dengan 3 bagian utama dan 1 bagian tambahan. Tiga bagian utama dari rumah Aceh yaitu seuramoë keuë (serambi depan), seuramoë teungoh (serambi tengah) dan seuramoë likôt (serambi belakang). Sedangkan 1 bagian tambahannya yaitu rumoh dapu (rumah dapur).

2. Provinsi Sumatera Utara / Sumut, rumah adat tradisional : Rumah balai batak toba

Dalam bidang seni rupa yang menonjol adalah arsitektur rumah adat yang merupakan perpaduan dari hasil seni pahat dan seni ukir serta hasil seni kerajinan. Arsitektur rumah adat terdapat dalam berbagai bentuk ornamen.Pada umumnya bentuk bangunan rumah adat pada kelompok adat batak melambangkan "kerbau berdiri tegak". Hal ini lebih jelas lagi dengan menghias pucuk atap dengan kepala kerbau. Rumah adat suku bangsa Batak bernama Ruma Batak. Berdiri kokoh dan megah dan masih banyak ditemui di Samosir.
3.    Provinsi Sumatera Barat / Sumbar, rumah adat tradisional : Rumah gadang


Rumah adat Sumatera Barat khususnya dari etnis Minangkabau disebut Rumah Gadang. Rumah Gadang biasanya dibangun diatas sebidang tanah milik keluarga induk dalam suku/kaum tersebut secara turun temurun. Tidak jauh dari komplek rumah gadang tersebut biasanya juga dibangun sebuah surau kaum yang berfungsi sebagai tempat ibadah dan tempat tinggal lelaki dewasa kaum tersebut namun belum menikah.

4.    Provinsi Riau, rumah adat tradisional : Rumah melayu selaso jatuh kembar


Balai salaso jatuh adalah bangunan seperti rumah adat tapi fungsinya bukan untuk tempat tinggal melainkan untuk musyawarah atau rapat secara adat. Sesuai dengan fungsinya bangunan ini mempunyai macam-macam nama antara lain : Balairung Sari, Balai Penobatan, Balai Kerapatan dan lain-lain. Bangunan tersebut kini tidak ada lagi, didesa-desa tempat musyawarah dilakukan di rumah Penghulu, sedangkan yang menyangklut keagamaan dilakukan di masjid. Ciri - ciri Balai Salaso Jatuh mempunyai selasar keliling yang lantainya lebih rendah dari ruang tengah, karena itu dikatakan Salaso Jatuh. Semua bangunan baik rumah adat maupun balai adat diberi hiasan terutama berupa ukiran.

5.    Provinsi Jambi, rumah adat tradisional : Rumah panggung


Rumah tinggal orang Batin disebut Kajang Lako atau Rumah Lamo. Bentuk bubungan Rumah Lamo seperti perahu dengan ujung bubungan bagian atas melengkung ke atas. Tipologi rumah lamo berbentuk bangsal, empat persegi panjang dengan ukuran panjang 12 m dan lebar 9 m. Bentuk empat persegi panjang tersebut dimaksudkan untuk mempermudah penyusunan ruangan yang disesuaikan dengan fungsinya, dan dipengaruhi pula oleh hukum Islam.




6. Povinsi Papua dan Papua Barat, rumah adat tradisional : Rumah Honai

rumah-honai 
Sebutan rumah adat / rumah tradisional asli suku-suku yang ada di provinsi Papua adalah Rumah Honai. Rumah Hanoi dapat banyak kita temui di lembah dan pegunungan dibagian tengah pada pulau Papua, disana terdapat suku Dani tinggal di bagian lembah Baliem atau Wamena, suku Lani, Yali di pegunungan Toli dan suku-suku asli Papua lainnya. Daerah pegunungan dan lembah disana mempunyai hawa yang cukup dingin pada umumnya terletak diketinggian 2500 meter dari permukaan laut. Maka dari itu bentuk rumah Honai yang bulat dirancang untuk bisa meredam hawa dingin ataupun tiupan angin yang kencang. Rumah Honai memiliki bentuk atap bulat kerucut terbuat dari jerami atau ilalang, bentuk atap ini berfungsi untuk melindungi seluruh permukaan dinding agar tidak terkena air hujan dan dapat meredam hawa dingin untuk tidak masuk kedalam rumah. Dinding rumah terbuat dari kayu dengan satu pintu pendek tanpa jendela. Rumah Hanoi terdiri dari 2 lantai yaitu lantai pertama sebagai tempat tidur dan lantai kedua untuk tempat bersantai, makan, dan aktivitas keluarga lainnya. Rumah Honai memiliki tinggi kurang lebih 2,5 meter. Dimalam hari menggunakan penerangan kayu bakar. Di dalam rumah Honai tepat dibagian tengah pada lantai terdapat galian tanah yang berfungsi sebagai tungku selain sebagai penerangan, bara api juga bermanfaat untuk menghangatkan tubuh. Jika tidur mereka tidak menggunakan dipan atau kasur, mereka beralas rerumputan kering yang dibawa dari kebun atau ladang. Rumah Honai terbagi dalam tiga tipe, yaitu untuk kaum laki-laki (disebut Honai), wanita (disebut Ebei), dan kandang babi (disebut Wamai).

7.    Provinsi Jawa Tengah, rumah adat trdisional : Rumah Joglo Jawa Tengah
Umumnya bagian rumah adat Jawa Tengah terdiri dari tiga bagian utama: pendhopo, pringgitan, dan omah ndalem atau omah njero. Pendhopo adalah bagian rumah yang biasanya digunakan untuk menerima tamu. Pringgitan adalah bagian ruang tengah yang digunakan untuk pertunjukan wayang kulit; berasal dari akar kata “ringgit” yang artinya wayang kulit. Bagian ketiga adalah omah ndalem atau omah njero, yang merupakan ruang keluarga. Dalam omah njero terdapat tiga buah kamar (senthong), yaitu senthong kanan, tengah, dan kiri. Dilihat dari strukturnya, rumah adat Jawa Tengah mungkin terlihat lebih sederhana.  Pembangunan bagian rumah seperti pendhopo membutuhkan empat buah tiang penyangga guna menyangga berdirinya rumah. Tiang-tiang tersebut dinamakan soko guru, yang juga merupakan lambang penentu arah mata angin. Dari empat soko guru tersebut, terdapat juga tumpang sari yang merupakan susunan terbalik yang tersangga soko guru. Ndalem atau omah njero digunakan sebagai inti dari sebuah Joglo. Dilihat dari struktur tata ruangnya, bagian ndalem mempunyai 2 ketinggian yang berbeda. Hal ini bertujuan agar terdapat ruang sebagai tempat sirkulasi udara. Joglo adalah jenis rumah adat suku Jawa yang terlihat sederhana dan digunakan sebagai lambang atau penanda status sosial seorang priyayi atau bangsawan Jawa. Rumah ini mempunyai keunikan atau kekhasan tersendiri dengan adanya tiang-tiang penyangga atau soko guru, beserta tumpang sari nya. Setiap bagian rumah merepresentasikan fungsi yang berbeda, yang dibangun di atas lahan yang luas juga; oleh karena itu, rumah ini hanyalah dipunyai orang dari kalangan berpunya saja.

8.    Provinsi Jawa Barat, rumah adat tradisional : Rumah Kasepuhan Cirebon
Seperti halnya provinsi lain yang ada di Indonesia, Jawa Barat memiliki berbagai macam rumah tinggal. Salah satunya adalah rumah tinggal yang disebut jogo anjing, yaitu rumah yang bentuknya segi empat dengan serambi di depan yang bentuknya masih sederhana. Selain itu, juga ada rumah heuaay bodoh yang bentuknya sedikit lebih besar, dan rumah julang ugapok yang mempunyai bentuk atap yang kelihatan megah. Salah satu bentuk rumah yang ada di daerah Jawa Barat dapat dilihat dari model bangunan Kesultanan Cirebon. Bangunan kesultanan di daerah Cirebon memiliki berbagai ruangan. Ruang jinem pangrawit atau pendopo digunakan sebagai tempat berkumpul para punggawa dan prajurit yang sedang bertugas. Ruang pringgodani digunakan sebagai tempat sultan mengadakan pertemuan dengan para stafnya. Ruang prabayaksa digunakan sebagai tempat sultan menerima tamu penting. Sementara, ruang panembahan adalah tempat sultan bekerja dan beristirahat di siang hari. Selain ruang-ruang di atas, terdapat ajeng, yaitu bangunan yang terletak paling depan dan digunakan sebagai tempat kesenian untuk menyambut tamu-tamu penting. Kemudian ada lunjuk, bangunan yang digunakan para tamu untuk melapor kedatangannya dengan berbagai keperluan di keraton. Lalu, ada srimenganti, bangunan yang berfungsi sebagai ruang tunggu. Langgar alit adalah tempat beribadah dan kegiatan keagamaan keluarga sultan. Jinem arum adalah ruang pertemuan keluarga sultan. Dan, yang terakhir adalah kaputren, yaitu bangunan tempat tinggal putri sultan.


9.    Provinsi Jawa Timur, rumah adat tradisional : Rumah Joglo Situbondo
Rumah adat joglo adalah salah satu rumah adat yang dimiliki oleh daerah Jawa Timur. Rumah adat joglo di Jawa Timur banyak ditemukan di daerah Ponorogo. Kebanyakan rumah joglo yang terdapat di Ponorogo adah rumah adat joglo yang memiliki dua ruangan yaitu :
  • Ruang depan (pendopo) yang difungsikana sebagai :
    • tempat menerima tamu
    • balai pertemuan (karena awalnya hanya dimiliki oleh bangsawan dan kepala desa)
    • tempat untuk mengadakan upacara – upacara adat
  • Ruang belakang yang terdiri dari :
    • kamar – kamar
    • dapur (pawon)
Sedangkan ruang utama atau ruang induk pada rumah joglo dibagi menjadi 3 ruangan, yaitu :
  • sentong kiwo (kamar kiri)
  • sentong tengan (kamar tengah)
  • sentong tangen (kamar kanan)
Dalam rumah adat joglo, umumnya sebelum memasuku ruang induk kita akan melewati sebuah pintu yang memiliki hiasan  sulur gelung atau makara. Hiasan ini digambarakn untuk menolak maksud – maksud jahat. Dalam masyarakat Jawa, kamar tengah merupakan kamar sakral. Dalam kamar ini pemiliki rumah biasanya menyediakan tempat tisur atau katil yang dilengkapi dengan bantal guling, cermin dan sisir dari tanduk. Kamar tengah umumnya juga dilengkapi dengan lampu yang menyala siang siang dan malam yang berfungsi sebagai pelita, serta ukiran yang memiliki makna sebagai pendidikan rohani. Di sebelah kiri (barat) terdapat dempil yang berfungsi sebagai tempat tidur orang tua yang langsung dihubungkan dengan serambi belakang (pasepen) yang digunakan untuk membuat kerjinan tangan. Sedangkan disebelah kanan (timur) terdapat dapur, pendaringan dan tempat yang difungsikan untuk menyimpan alat pertanian.
10.  Provinsi DKI Jakarta, rumah adat tradisional : Rumah Kebaya (Suku Betawi)
Rumah ini termasuk dalam bentuk rumah panggung, yang berdiri beberapa cm di atas tanah. Dilihat dari gaya arsitekturnya, rumah adat Betawi seperti mendapatkan pengaruh arsitektur dari beberapa negara seperti Eropa, Arab, dan Cina. Gaya arsitektur yang mirip dengan gaya rumah negara lain terserbut terlihat dari desain pintu, jendela, lubang angin, dan beberapa ornamen rumah yang terdapat di sana. Dilihat dari struktur peletakan ruangnya, rumah adat suku Betawi mirip juga dengan rumah modern yang ada dewasa ini; terlihat dari terdapatnya ruang-ruang dengan fungsi tertentu, seperti ruang umum, ruang pribadi, dan area servis. Dulunya, rumah adat Betawi dibuat dari bambu. Sedangkan sekarang ini karena pengaruh modernisasi, rumah adat suku Betawi terbuat dari dinding tembok. Jika dulunya lantai rumah tradisional ini terbuat dari tanah, sekarang terbuat dari keramik atau plesteran semen. Rumah ini terlihat sederhana namun tetap terlihat apik dengan pagar kayu yang mengelilingi bangunan rumah. Mungkin inilah yang membuat rumah Betawi terlihat unik. Saat tamu berkunjung, para tamu dipersilakan duduk di bagian depan rumah atau balai-balai rumah. Teras rumah terbuka dengan beberapa tempat duduk kayu. Tempat ini cukup luas. Yang unik dari rumah adat Betawi adalah dinding bagian depan rumah yang bisa dibongkar pasang. Hal ini bertujuan agar rumah bisa dibuka jika si empunya rumah menyelenggarakan hajatan atau acara sosial yang mengharuskan mengundang banyak orang. Bagian tengah rumah biasanya digunakan sebagai ruang tidur, dapur, kamar mandi, dan sebagai pembatas terdapat semacam pintu kayu yang diberi kisi-kisi tempat sirkulasi udara. Pada umumnya pintu terbuat dari kayu yang diberi lubang-lubang angin yang juga berfungsi mengatur sirkulasi udara. Rumah adat suku Betawi mungkin terlihat sederhana namun secara sosial, rumah suku Betawi merupakan jenis rumah yang memperhitungkan fungsi sosial si empunya rumah juga. Karena pada suatu saat, jika empunya rumah ingin mengadakan hajatan atau acara sosial, papan depan rumah dapat dilepas sehingga memungkinkan lebih banyak orang ditampung di dalam rumah. Untuk lebih lengkapnya informasi tentang rumah Betawi, anda bisa mencari rumah adat Betawi wikipedia. Rumah adat Betawi merupakan salah satu jenis rumah adat yang memperkaya khasanah budaya bangsa.
11.  Provinsi Banten, rumah adat tradisional : Rumah Badui
Rumah adatnya adalah rumah panggung yang beratapkan daun atap dan lantainya dibuat dari pelupuh yaitu bambu yang dibelah-belah. Sedangkan dindingnya terbuat dari bilik (gedek). Untuk penyangga rumah panggung adalah batu yang sudah dibuat sedemikian rupa berbentuk balok yang ujungnya makin mengecil seperti batu yang digunakan untuk alas menumbuk beras. Rumah adat ini masih banyak ditemukan di daerah yang dihuni oleh orang Kanekes atau disebut juga orang Badui.

12.  Provinsi Bangka Belitung, rumah adat tradisional : Rumah Rakit/Rumah Limas
Secara umum arsitektur di Kepulauan Bangka Belitung berciri Arsitektur Melayu seperti yang ditemukan di daerah-daerah sepanjang pesisir Sumatera dan Malaka. Di daerah ini dikenal ada tiga tipe yaitu Arsitektur Melayu Awal, Melayu Bubung Panjang dan Melayu Bubung Limas. Rumah Melayu Awal berupa rumah panggung kayu dengan material seperti kayu, bambu, rotan, akar pohon, daun-daun atau alang-alang yang tumbuh dan mudah diperoleh di sekitar pemukiman. Bangunan Melayu Awal ini beratap tinggi di mana sebagian atapnya miring, memiliki beranda di muka, serta bukaan banyak yang berfungsi sebagai fentilasi. Rumah Melayu awal terdiri atas rumah ibu dan rumah dapur yang berdiri di atas tiang rumah yang ditanam dalam tanah. Berkaitan dengan tiang, masyarakat Kepulauan Bangka Belitung mengenal falsafah 9 tiang. Bangunan didirikan di atas 9 buah tiang, dengan tiang utama berada di tengah dan didirikan pertama kali. Atap ditutup dengan daun rumbia. Dindingnya biasanya dibuat dari pelepah/kulit kayu atau buluh (bambu). Rumah Melayu Bubung Panjang biasanya karena ada penambahan bangunan di sisi bangunan yang ada sebelumnya, sedangkan Bubung Limas karena pengaruh dari Palembang. Sebagian dari atap sisi bangunan dengan arsitektur ini terpancung. Selain pengaruh arsitektur Melayu ditemukan pula pengaruh arsitektur non-Melayu seperti terlihat dari bentuk Rumah Panjang yang pada umumnya didiami oleh warga keturunan Tionghoa. Pengaruh non-Melayu lain datang dari arsitektur kolonial, terutama tampak pada tangga batu dengan bentuk lengkung.
13.  Provinsi Lampung, rumah adat tradisional : Nuwo Sesat
Rumah tradisional adat Lampung, atau yang sering disebut Nuwo Sesat, memiliki ciri khas seperti: berbentuk panggung, atap terbuat dari anyaman ilalang, terbuat dari kayu dikarenakan untuk menghindari serangan hewan dan lebih kokoh bila terjadi gempa bumi, karena masyarakat lampung telah mengenal gempa dari zaman dahulu dan lampung terletak di pertemuan lempeng Asia dan Australia.
14.  Provinsi Bengkulu, rumah adat tradisional : Rumah Rakyat
Dalam bahasa melayu Bengkulu, rumah tempat tinggal dinamakan juga “Rumah”. Rumah tradisional Bengkulu termasuk tipe rumah panggung. Rumah panggung ini dirancang untuk melindungi penghuninya dari banjir. Disamping itu kolong rumah panggung juga dapat dipergunakan untuk menyimpan gerobak, hasil panen, alat-alat pertanian, kayu api, dan juga berfungsi sebagai kandang hewan ternak. Bentuk rumah panggung melayu ini terbagi menjadi beberapa bagian, antara lain.
Bagian atas, Bagian atas rumah adat melayu Bengkulu ini terdiri dari :
  1. Atap : terbuat dari ijuk, bamboo, atau seng
  2. Bubungan : ada beberapa bentuk
  3. Pacu : plafon dari papan atau pelupuh
  4. Peran : balok-balok bagian atas yang menghubungkan
  5. Tiang-tiang bagian atas
  6. Kap : kerangka untuk menempel kasau
  7. Kasau : untuk mendasi reng
  8. Reng : untuk menempel atap
  9. Listplang, suyuk, penyunting
Bagian tengah, terdiri atas:
  1. Kusen : kerangka untuk pintu dan jendela
  2. Dinding : terbuat dari papan atau pelupuh
  3. Jendela : bentuk biasa dan bentuk ram
  4. Pintu : bentuk biasa dan bentuk ram
  5. Tulusi (lubang angin) : ventilasi, biasanya di atas pintu dan jendela, dibuat dengan berbagai ragam hias
  6. Tinag penjuru
  7. Piabung : tiang penjuru hal
  8. Tiang tengah
  9. Bendu : balok melintang sepanjang dinding
Bagian bawah, terdiri dari :
  1. Lantai : dari papan, bamboo, atau pelupuh
  2. Geladak : dari papan 8 dim dengan lebar 50cm dipasang sepanjang dinding luar di atas balok
  3. Kijing : penutup balok pinggir dari luar, sepanjang keliling dinding
  4. Balok (besar) : kerangka untuk lantai yang memanjang ke depan
  5. Tailan : balok sedang yang berfungsi sebagai tempat menempelkan lantai
  6. Blandar : penahan talian, melintang
  7. Bedu : balok diatas sebagai tempat meletakkan rel
  8. Bidai : bamboo tebal yang dipasang melintang dari papan lantai, untuk mempertahankan dari tusukan musuh dari bawah rumah
  9. Pelupuh kamar tidur : sejajar dengan papan lantai (di atas bidai)
  10. Lapik tiang : batu pondasi tiang rumahtiang rumah
  11. Tangga depan dan belakang
15.  Provinsi Kepulauan Riau, rumah adat tradisional : Rumah Selaso Jatuh Kembar
Rumah adat di daerah Riau bernama Selaso Jatuh Kembar. Ruangan rumah ini terdiri dari ruangan besar untuk tempat tidur. ruangan bersila, anjungan dan dapur. Rumah adat ini dilengkapi pula dengan Balai Adat yang dipergunakan untuk pertemuan dan musyawarah adat.
SUMBER CORAK
Corak dasar Melayu Riau umumnya bersumber dari alam, yakni terdiri atas flora, fauna, dan benda-benda angkasa. Benda-benda itulah yang direka-reka dalam bentuk-bentuk tertentu, baik menurut bentuk asalnya seperti bunga kundur, bunga hutan, maupun dalam bentuk yang sudah diabstrakkan atau dimodifikasi sehingga tak lagi menampakkan wujud asalnya, tetapi hanya menggunakan namanya saja seperti itik pulang petang, semut beriring, dan lebah bergantung. Di antara corak-corak tersebut, yang terbanyak dipakai adalah yang bersumber pada tumbuh-tumbuhan (flora). Hal ini terjadi karena orang Melayu umumnya beragama Islam sehingga corak hewan (fauna) dikhawatirkan menjurus kepada halhal yang berbau “keberhalaan”. Corak hewan yang dipilih umumnya yang mengandung sifat tertentu atau yang berkaitan dengan mitos atau kepercayaan tempatan. Corak semut dipakai -walau tidak dalam bentuk sesungguhnya, disebut semut beriringkarena sifat semut yang rukun dan tolong-menolong. Begitu pula dengan corak lebah, disebut lebah bergantung, karena sifat lebah yang selalu memakan yang bersih, kemudian mengeluarkannya untuk dimanfaatkan orang ramai (madu). Corak naga berkaitan dengan mitos tentang keperkasaan naga sebagai penguasa lautan dan sebagainya. Selain itu, benda-benda angkasa seperti bulan, bintang, matahari, dan awan dijadikan corak karena mengandung nilai falsafah tertentu pula. Ada pula corak yang bersumber dari bentuk-bentuk tertentu yakni wajik(Belah ketupat), lingkaran, kubus, segi, dan lain-lain. Di samping itu, ada juga corak kaligrafi yang diambil dari kitab Alquran. Pengembangan corak-corak dasar itu, di satu sisi memperkaya bentuk hiasan. Di sisi lain, pengembangan itu juga memperkaya nilai falsafah yang terkandung di dalamnya.
RAGAM ORNAMEN
Bangunan BALAI ADAT MELAYU RIAU pada umumnya diberi ragam hiasan, mulai dari pintu,jendelah,vetilasi sampai kepuncak atap bangunan,ragam hias disesuaikan dengan makna dari setiap ukiran. Selembayung, Selembayung disebut juga “ selo bayung “ dan “tanduk buang” adalah hiasan yang terletak bersilangan pada kedua ujung perabung bangunan.pada bangunan balai adat melayu ini setiap pertemuan sudut atap di beri selembayung yang terbuat dari ukiran kayu. Hiasan pada pintu dan jendelah, Hiasan pada bagian atas pintu dan jendelah yang disebut”lambai-lambai”,melambangkan sikap ramah tamah. Hiasan “Klik-klik” disebut kisi-kisi dan jerajak pada jendelah dan pagar.
16.  Provinsi Maluku dan Maluku Utara, rumah adat tradisional : Rumah Baileo
Baileo itu sebutan atau nama dari rumah adat orang Maluku, dengan bentuk bangunan yang besar, material bangunan sebagian besar berbahan dasar kayu, kokoh dengan cukup banyak ornamen, ukiran yang menghiasi seluruh bagian dari rumah tersebut. Tidak seperti halnya fungsi rumah adat pada suku-suku lain di Indonesia, Baileo atau sebutan harfiahnya Balai, merupakan rumah yang di bangun dengan tujuan yang berbeda, bukan sebagai rumah untuk dihuni atau rumah tinggal, melainkan bangunan yang berfungsi untuk Landmark suatu desa bagi orang-orang Maluku (rumah yang di gunakan sebagai tempat kegiatan atau upacara adat bagi warga kampung). Baileo merupakan bangunan yang berfungsi sebagai tempat pertemuan warga (balai bersama), selain sebagai tempat pertemuan / kegiatan Baileo juga berfungsi untuk menyimpan benda-benda suci, senjata atau pusaka peninggalan dari nenek moyang warga kampung tersebut. Rumah adat Baileo ini mempunyai beberapa bagian yang mempunyai fungsi yang berbeda dan mempunyai filosofi yang tersirat di dalamnya. Pada intinya rumah adat Baileo ini dibuat tanpa dinding, hal ini bermakna agar roh nenek moyang dapat dengan leluasa untuk keluar masuk kedalam rumah adat tersebut. Bagian depan atau pintu masuk rumah adat Baileo terdapat Batu Pamali batu besar yang berfungsi sebagai tempat untuk meletakkan sesaji
17.  Provinsi Gorontalo, rumah adat tradisional : Rumah Dolohupa dan Rumah Pewaris
Dolohupa adalah sebutan atau nama lain dari rumah adat Gorontalo,didalam rumah adat ini kita bisa melihat seluruh kehidupan masyarakat sekitar dalam kehidupanya lengkap dengan perabot serta pernik-pernik adat gorontalo. Rumah adat orang Gorontalo ada ternyata ada 2 macam. Yang pertama Bandayo Poboide . Rumah ini terletak tepat di depan Kantor Bupati Gorontalo, Jalan Jenderal Sudirman, Limboto. Yang kedua, adalah rumah adat yang disebut Dulohupa . Rumah adat Dulohupa ini letaknya di Kelurahan Limba U2, Kecamatan Kota Selatan, Kota Gorontalo. Rumah adat ini digunakan sebagai tempat bermusyawarat kerabat kerajaan pada masa lampau. Dulohupa merupakan rumah panggung yang terbuat dari papan, dengan bentuk atap khas daerah Gorontalo. Pada bagian belakang ada ajungan tempat para raja dan kerabat istana untuk beristirahat atau bersantai sambil melihat kegiatan remaja istana bermain sepak raga. Rumah adat Dulohupa ini, biasanya terdapat di sebuah bidang tanah yang luasnya kurang lebih lima ratus meter dan halamannya dilengkapi taman bunga, bangunan tempat penjualan sovenir, dan sebuah bangunan garasi bendi kerajaan yang bernama Talanggeda. Pada masa pemerintahan para raja, rumah adat ini digunakan sebagai ruang pengadilan kerajaan. Bagian dalamnya digunakan untuk memvonis para pengkhianat negara melalui sidang tiga alur pejabat pemerintahan, yaitu Buwatulo Bala (Alur Pertahanan / Keamanan), Buwatulo Syara (Alur Hukum Agama Islam), dan Buwatulo Adati (Alur Hukum Adat).
18.  Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), rumah adat tradisional : Rumah Adat Sasak
Rumah adat Sasak pada bagian atapnya berbentuk seperti gunungan, menukik ke bawah dengan jarak sekitar 1,5 sampai 2 meter dari permukaan tanah (pondasi). Atap dan bubungannya (bungus) terbuat dari alang-alang, dindingnya dari anyaman bambu (bedek), hanya mempunyai satu berukuran kecil dan tidak ada jendelanya. Ruangannya (rong) dibagi menjadi inan bale (ruang induk) meliputi bale luar (ruang tidur) dan bale dalem berupa tempat menyimpan harta benda, ruang ibu melahirkan sekaligus ruang disemayamkannya jenazah sebelum dimakamkan.Ruangan bale dalem dilengkapi amben, dapur, dan sempare (tempat menyimpan makanan dan peralatan rumah tangga lainnya) terbuat dari bambu ukuran 2 x 2 meter persegi atau bisa empat persegi panjang. Kemudian ada sesangkok (ruang tamu) dan pintu masuk dengan sistem sorong (geser). Di antara bale luar dan bale dalem ada pintu dan tangga (tiga anak tangga) dan lantainya berupa campuran tanah dengan kotoran kerbau/kuda, getah, dan abu jerami.
19.  Provinsi Bali, rumah adat tradisional : Rumah Gapura Candi Bentar
Ada filosofi yang terkandung di balik pembangunan rumah adat Bali. Rumah adat yang ada di Bali merupakan cerminan akan kondisi masyarakat yang ada. Ada 3 aspek atau nilai yang harus dikandung dalam rumah adat di Bali. Menurut masyarakat Bali, keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat akan terwujud jila seseorang mampu mewujudkan hubungan yang sinergis antara pawongan (penghuni rumah), palemahan (lingkungan dari tempat rumah itu berada), dan parahyangan. Pembangunan rumah di Bali harus memenuhi ketiga aspek tersebut, yang biasa disebut sebagai Tri Hita Karana. Kebanyakan rumah adat Bali selain dibangun atas dasar ketiga aspek tadi, juga dibangun dan dihias dengan pernak pernik seperti ukir-ukiran kayu berwarna kontras namun terkesan alami. Dalam setiap hiasan atau pernak-pernik yang ada di sebuah rumah adat di Bali, ada filosofi atau makna yang dianut: misalnya adanya patung-patung yang merupakan simbol pemujaan mereka terhadap sang pencipta, atau ucapan terima kasih terhadap dewa-dewi.
20.  Provinsi Kalimantan Selatan, rumah adat tradisional : Rumah Banjar atau Rumah Ba'anjung
Rumah Banjar atau Rumah Ba'anjung adalah rumah tradisional suku Banjar. Pada umumnya arsitektur tradisional berciri-ciri antara lain memiliki perlambang, memiliki penekanan pada atap, ornamental, dekoratif dan simetris. Rumah tradisional Banjar adalah jenis rumah khas Banjar dengan gaya dan ukirannya sendiri sejak sebelum tahun 1871 sampai tahun 1935. Pada tahun 1871, pemerintah kota Banjarmasin mengeluarkan segel izin pembuatan Rumah Bubungan Tinggi di kampung Sungai Jingah yang merupakan rumah tertua yang pernah dikeluarkan segelnya. Umumnya, rumah tradisional Banjar dibangun dengan beranjung (bahasa Banjar: ba-anjung), yaitu sayap bangunan yang menjorok dari samping kanan dan kiri bangunan utama, karena itulah disebut Rumah Ba'anjung. Anjung merupakan ciri khas rumah tradisional Banjar, walaupun ada pula beberapa jenis Rumah Banjar yang tidak beranjung. Jenis rumah yang bernilai paling tinggi adalah Rumah Bubungan Tinggi yang diperuntukan untuk bangunan Dalam Sultan (kedaton) yang diberi nama Dalam Sirap. Dengan demikian, nilainya sama dengan rumah joglo di Jawa yang dipakai sebagai kedaton (istana kediaman Sultan). Keagungan seorang penguasa pada masa pemerintahan kerajaan diukur oleh kuantitas ukuran dan kualitas seni serta kemegahan bangunan-bangunan kerajaan khususnya istana raja (Rumah Bubungan Tinggi). Dalam suatu perkampungan suku Banjar, terdapat berbagai jenis rumah Banjar yang mencerminkan status sosial maupun status ekonomi sang pemilik rumah. Dalam kampung tersebut, rumah dibangun dengan pola linier mengikuti arah aliran sungai maupun jalan raya terdiri dari rumah yang dibangun mengapung di atas air, rumah yang didirikan di atas sungai maupun rumah yang didirikan di daratan, baik pada lahan basah (alluvial) maupun lahan kering. Rumah Banjar terdiri Rumah Banjar masa Kesultanan Banjar dan Rumah Banjar masa kolonial.
21.  Provinsi Kalimantan Timur, rumah adat tradisional : Rumah Lamin
Rumah lamin ternyata berukuran besar. Tak heran jika dahulu sebelum diresmikan sebagai Lamin adat (diresmikan tahun 1987), rumah ini dihuni oleh tak kurang dari 12 kepala keluarga yang hidup bersama dalam satu rumah. Menurut pengamatan, panjang rumah Lamin ini sekitar 30 meter dan lebar 15 meter. Pada bagian muka Lamin berdiri dengan gagahnya totem-totem khas dayak yang berbeda-beda antara satu patung dengan patung lainnya. Ada yang berupa lelaki dengan binatang anjing, wanita memakai kain, serta bentuk semi-abstrak lainnya yang mungkin agak serupa dengan totem-totem khas suku Indian. Hanya saja totem disini tidak berwarna alias alami. Bisa jadi fungsi dari totem-totem ini yaitu untuk mengusir roh-roh jahat mengingat kepercayaan suku dayak yang masih percaya dengan kekuatan-kekuatan gaib atau animisme. Bahan utama bangunan rumah adat Lamin adalah kayu ulin atau banyak orang yang menyebutnya sebagai kayu besi. Disebut kayu besi karena memang jenis kayu tersebut adalah kayu yang sangat kuat. Bahkan banyak orang mengatakan jika kayu ulin terkena air maka justru tingkat kekuatannya akan semakin keras. Mungkin hal inilah yang membuat banyak orang yang membangun rumah di atas dataran rawa atau pinggiran sungai namun tahan lama umur bangunannya. Selain bangunan, totem-totem yang ada di bagian depan Lamin juga terbuat dari bahan kayu ulin. Bangunan yang terbuat dari bahan kayu ulin memiliki kesan mewah karena warna hitam khasnya. Hanya saja menurut penduduk sekitar saat ini agak sulit untuk mencari pohon ulin karena ada alih konversi lahan serta perambahan hutan-hutan. Di bagian dalam lamin terdapat beberapa alat yang biasa digunakan dalam melakukan upacara adat tertentu. Sayangnya karena tidak ada guider, akhirnya kami hanya berjalan-jalan saja menjelajahi isi Lamin. Di bagian dalam Lamin terlihat ada beberapa tengkorak kepala kerbau yang bertuliskan tanggal waktu. Menurut saya tanggal tersebut menunjukkan kapan seseorang tersebut meninggal. Tengkorak tersebut adalah bagian dari upacara melepas kematian yang biasa dilakukan oleh suku Dayak. ‘Menyembelih’ kerbau adalah rangkaian puncak dari upacara Kuangkai (lihat postingan saya sebelumnya) yang dilakukan untuk upacara kepergian seseorang yang telah meninggal).
22.  Provinsi Kalimantan Tengah, rumah adat tradisional : Rumah Betang
 
Rumah betang mempunyai ciri-ciri yaitu; bentuk Panggung, memanjang. pada suku Dayak tertentu, pembuatan rumah panjang bagian hulunya haruslah searah dengan Matahari terbit dan sebelah hilirnya ke arah Matahari terbenam, sebagai simbol kerja-keras untuk bertahan hidup mulai dari Matahari tumbuh dan pulang ke rumah di Matahari padam. Sebenarnya Rumah Betang lebih dari sekedar rumah, tetapi sebenarnya rumah Betang adalah jantung dari struktur sosial kehidupan orang Dayak. Budaya Betang merupakan cerminan mengenai kebersamaan dalam kehidupan sehari-hari orang Dayak. Di dalam rumah Betang ini setiap kehidupan individu dalam rumah tangga dan masyarakat secara sistematis diatur melalui kesepakatan bersama yang dituangkan dalam hukum adat. Keamanan bersama, baik dari gangguan kriminal atau berbagi makanan, suka-duka maupun mobilisasi tenaga untuk mengerjakan ladang. Nilai utama yang menonjol dalam kehidupan di rumah Betang adalah nilai kebersamaan (komunalisme) di antara para warga yang menghuninya, terlepas dari perbedaan-perbedaan yang mereka miliki. Dari sini kita mengetahui bahwa suku Dayak adalah suku yang menghargai suatu perbedaan. Suku Dayak menghargai perbedaan etnik, agama ataupun latar belakang sosial.
23.  Provinsi Sumatera Selatan, rumah adat tradisional : Rumah Limas
Rumah Limas merupakan prototipe rumah tradisional Palembang. Selain ditandai dengan atapnya yang berbentuk limas, rumah tradisional ini memiliki lantai bertingkat tingkat yang disebut Bengkilas dan hanya dipergunakan untuk kepentingan keluarga seperti hajatan. Para tamu biasanya diterima diteras atau lantai kedua. Kebanyakan rumah limas luasnya mencapai 400 sampai 1000 meter persegi atau lebih, yang didirikan diatas tiang-tiang dari kayu unglen atau ulin yang kuat dan tanah air.Dinding, pintu dan lantai umumnya terbuat dari kayu tembesu. Sedang untuk rangka digunakan kayu seru. Setiap rumah terutama dinding dan pintu diberi ukiran. Saat ini rumah limas sudah mulai jarang dibangun karena biaya pembuatannya lebih besar dibandingkan membangun rumah biasa. Rumah limas yang sering dikunjungi oleh wisatawan adalah milik keluarga Bayuki Wahab di Jl. Mayor Ruslan dan Hasyim Ning di Jl. Pulo, 24 Ilir, Palembang. Namun hampir ditiap pelosok kota terdapat rumah limas yang umurnya sudah tua, termasuk sebuah rumah limas di museum Balaputra Dewa.
24.  Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), rumah adat tradisional : Rumah Temukung
Rumah temukung termasuk dalam kategori rumah panggung. Rumah yang bentuknya empat persegi panjang ini bagian-bagiannya ada yang bermakna filosofis dan ada yang non-filosofis (fungsional belaka). Bagian-bagian itu adalah: atap, bangngu (balok lok bubungan), tiang-tiang gela yang berfungsi sebagai penopang bangngu, dinding, pintu, tangga, dan kelaga (balai-balai).


DAFTAR PUSTAKA

http://jakartagrosir.com/keterangan-rumah-adat-kalimantan-barat-97.html
http://www.keajaibandunia.net/info/macam-macam-rumah-adat-beserta-keterangannya.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar