A. POPULASI
DAN SAMPEL
Contoh
populasi, antara lain adalah: penduduk suatu kabupaten dalam periode waktu
tertentu, misalnya yang mengikuti kelas metodologi penelitian sosial, penduduk
dengan rentang umur tertentu, artikel tentang administrasi Negara dalam periode
waktu tertentu. Dari contoh populasi tersebut, kita selanjutnya dapat mengenali
elemen dari masing-masing populasi, yaitu: setiap anggota penduduk dari
kabupaten dalam periode waktu tertentu, setiap mahasiswa yang mengikuti kelas
metodologi penelitian sosial, setiap penduduk dengan rentang umur tertentu, dan
setiap artikel tentang administrasi Negara dalam periode waktu tertentu. Dalam
proses pengukuran karakter dari suatu populasi, dapat saja peneliti menggunakan
pengukuran pada seluruh elemen dari populasi. Proses pengukuran yang demikian
disebut dengan sensus. Sensus ini pada umumnya dilakukan terhadap populasi
dengan jumlah elemen sedikit yang memungkinkan semua dapat dijangkau dengan
biaya dan waktu yang tersedia. Sementara untuk populasi dengan jumlah banyak
sensus sangat jarang dilakukan kecuali untuk kepentingan tertentu seperti
sensus penduduk dari suatu Negara. Untuk populasi dengan banyak elemen
pengukuran karakter populasi dilakukan melalui sejumlah elemen yang dipilih
dari populasi tersebut dengan suatu metode tertentu. Jadi populasi bukan hanya
orang, tetapi juga objek dan benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar
jumlah yang ada pada obyek atau subyek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh
karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyek itu. Misalnya
akan melakukan penelitian di sekolah X, maka sekolah X ini merupakan populasi.
Sekolah X mempunyai sejumlah orang/subyek dan obyek yang lain. Hal ini berarti
populasi dalam arti jumlah atau kuantitas. Tetapi sekolah X juga mempunyai
karakteristik orang-orangnya, misalnya motivasi kerjanya, disiplin kerjanya,
kepemimpinannya, iklim organisasinya dan lain-lain; dan juga mempunyai
karakteristik obyek yang lain, misalnya kebijakan, prosedur kerja, tata ruang
kelas, lulusan yang dihasilkan dan lain-lain. Yang terakhir berarti populasi
dalam arti karakteristik. Satu orangpun dapat digunakan sebagai populasi,
karena satu orang itu mempunyai berbagai karakteristik, misalnya gaya
bicaranya, disiplin pribadi, hobi, cara bergaul, kepemimpinannya dan lain-lain.
Misalnya akan melakukan penelitian tentang kepemimpinan presiden Y maka
kepemimpinan itu merupakan sampel dari semua karakteristik yang dimiliki
presiden Y. Dalam Kedokteran, satu orang bertindak sebagai populasi. Darah yang
ada pada setiap orang adalah populasi, kalau akan diperiksa cukup diambil
sebagian darah yang berupa sampel, data yang diteliti dari sampel tersebut
selanjutnya diberlakukan ke seluruh darah yang dimiliki orang tersebut Cara
pengambilan sejumlah elemen dai populasi ini disebut dengan sampling, dan elemen yang dipilih
melalui cara ini disebut sebagai sampel (sample).
Sebagai contoh, pada suatu unit kerja yang beranggotakan 200 orang karyawan akan
digali informasi tentang persepsi mereka tentang dukungan lingkungan kerja
terhadap kinerja karyawan. Jika 200 orang tersebut semuanya diminta mengisi
kuesioner tentang data-data yang diperlukan, maka penelitian tersebut dilakukan
dengan cara sensus. Adapun sampling
hanya memilih beberapa orang sja dari 200 karyawan untuk diminta mengisi
kuesioner atau diwawancarai. Selanjutnya, jika hasil sampling adalah 20 orang
yang akan diukur, maka 20 orang tersebut disebut sebagai sampel penelitian.
1. Keberadaan
populasi dalam suatu penelitian wilayah
Di
dalam suatu wilayah terdapat berbagai elemen wilayah dan kenampakan seperti
penduduk, lahan pertanian, lahan permukiman, sungai-sungai, perbukitan, tambak
dan masih banyak lainnya yang masing-masing mempunyai banyak satuan-satuan
elementernya, namun secara bersama-sama kesemuanya tidak dapat dianggap sebagai
populasi. Penyebabnya adalah bahwa masing-masing unit elementer tersebut
mempunyai karakteristik dasar yang berbeda atau mempunyai ukuran elementer yang
berbeda satu sama lain. Sebagai contoh adalah kelompok penduduk jelas berbeda
dengan kelompok persawahan. Penduduk dapat dikenali dari satuan elementernya
yang dicirikhasi oleh berbagai atribut yang melekat pada manusia seperti
pendidikan, penghasilan, perilaku dan sebagainya Sedangkan persawahan mempunyai
karakteristik yang sangat berbeda seperti luasannya, kesuburannya,
produktivitasnya, rotasinya dan sebagainya.
Untuk memahami sebuah populasi maka peneliti dapat melihat
kelompok elemen wilayah tersebut yang mempunyai karakteristik dasar atau
ukuran-ukuran yang sama atau dianggap sama. Sebagai contoh adalah mengenai
penduduk di suatu wilayah saja, permukiman saja, lahan persawahan saja, atau
objek-objek wilayah lainnya. Setiap elemen wilayah atau kenampakan yang ada di
permukaan bumi atau juga dikenal dengan istilah fenomena geosfera dapat menjadi populasi. Dengan demikian, apa yang
disebut sebagai populasi akan mempunyai jumlah satuan-satuan elementer yang
berjumlah sedikit sampai dengan berjumlah tidak terbatas atau tidak dapat
dihitung karena saking banyaknya.
Sebuah populasi dapat terdiri dari bebrapa subpopulasi dan sebuah subpopulasi
dapat terbagi ke dalam beberapa sub-sub populasi dan seterusnya. Berkaitan
dengan keberadaan populasi dan subpopulasi serta satuan elementer populasi
inilah salah satu aspek determinasi metode penelitian ditentukan. Dalam
penelitian wilayah dengan objek fenomena geosfer, anggota populasi dapat
berwujud penduduk/orang/binatang/tegakan tumbuhan dan dapat pula merupakan
bentangan permukaan bumi. Keduanya menuntut kearifan penentuan sampel yang
berbeda karena karakter anggota populasi yang berbeda.
2.
Teknik pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu: probability dan non probability. Probability dan non
probability, mencerminkan tingkat kerandoman dari proses pemilihan sampel.
Beberapa metode
yang termasuk probability sampling
adalah sebagai berikut:
1.
Simple
random sampling (Penarikan sampel secara random atau
acak sederhan
Simple random sampling
adalah teknik pengambilan sampel yang dilakukan secara acak (random) sehingga
setiap kasus atau elemen dalam populasi memiliki kesempatan yang sama besar
untuk dipilih sebagai sampel penelitian. Pada contoh pemilihan 20 orang sampel
dari populasi yang beranggotakan 100 orang, dengan teknik simple random sampling maka setiap orang pada populasi tersebut
memiliki peluang yang sama untuk menjadi satu dari 20 sampel yang dipilih.
Teknik ini memiliki tingkat keacakan yang sangat tinggi sehingga sangat efisien
digunakan untuk mengukur karakter populasi yang memiliki elemen dengan
homogenitas tinggi. Sedangkan untuk populasi yang memiliki elemen cukup
heterogen, penggunaan teknik ini justru dapat menimbulkan bias. Syarat
penggunaan teknik sampling ini adalah bahwa setiap elemen dari populasi harus
dapat dididentifikasi. Elemen dari populasi tersebut kemudian disusun dalam
satu sampling frame yaitu suatu
daftar yang dapat menggambarkan seluruh elemen dari populasi. Keberadaan sampling frame ini sangat penting dalam teknik
simple random samping ini, karena proses pemilihan sampel akan menjadi lebih
sederhana, cepat dan murah. Prosedur penggunaan simpe random sampling, diawali dari pembentukan sampling frame oleh peneliti selanjutnya
dari sampling frame tersebut dipilih
sampel yang dilakukan secara acak hingga terpenuhi jumlah sampel yang
dibutuhkan. Proses pemilihan sampel ini juga dapat memanfaatkan a table of random numbers.
2.
Systematic
sampling (Penarikan sampel secara sistematis)
Teknik
systematic sampling ini memiliki
kemiripan prosedur dengan teknik simple
random sampling. Oleh karena itu, systematic
sampling juga memerlukan sampling
frame, dan proses pemilihan sampel dilaksanakan secara random. Namun
berbeda dengan simple random sampling,
random dilakukan hanya untuk memilih sampel pertama. Sedangkan pemilihan sampel
kedua, ketiga dan seterusnya dilakukan secara sistematis berdasarkan interval
yang telah ditetapkan. Penggunaan interval dalam pemilihan sampel ini merupakan
metode quasi-random karena sebenarnya
tidak dilaksanakan random secara murni. Namun, hasil penggunaan systematic sampling dengan simple random sampling ternyata tidak
jauh berbeda (Neuman : 1997). Oleh Karena itu penggunaannya bisa saling
menggantikan kecuali untuk populasi dengan elemen yang tersusun secara terpola
atau membentuk siklus. Pada populasi dengan elemen yang terorganisir membentuk
pola atau siklus systematic sampling
justru menimbulkan bias. prosedur systematic
sampling adalah pertama disusun sampling
frame. Kedua peneliti menetapkan sampling interval (k) dengan menggunakan
rumus N/n, dimana N adalah jumlah elemen dalam populasi dan n adalah jumlah
sampel yang diperlukan. Ketiga, peneliti memilih sampel pertama (S1) secara
random dari sampling frame. Keempat,
peneliti memilih sampel kedua (S2), yaitu S1+k selanjutnya peneliti memilih
sampel sampai diperoleh jumlah sampel yang dibutuhkan dengan menambah nilai
interval (k) pada setiap sampel sebelumnya. Contoh penggunaan systematic sampling untuk memilih 20
sampel dari populasi yang berisi 100 elemen adalah sebagai berikut, pertama
susun sampling frame. Kedua, tetapkan
nilai k=5. Ketiga, tentukan sampel pertama secara random misal diperoleh 6.
Selanjutnya kita dapat menentukan sampel berikutnya adalah 11, 16, 21, 26, 31,
36, 41, 46, 51, 56, 61, 66, 71, 76, 81, 86, 91, 96 dan 1.
3.
Stratified
sampling (Penarikan sampel stratifikasi)
Jika
peneliti memilki informasi tambahan bahwa populasi sebenarnya terdiri dari
beberapa subpopulasi atau strata, maka stratified
sampling lebih cocok untuk memilih sampel penelitian. Sebagai contoh,
penelitian akan dilakukan terhadap peserta kelas metodologi penelitian sosial
yang semuanya berjumlah 80 orang. Informasi tambahan bagi peneliti adalah bahwa
dari 80 orang tersebut 60 orang adalah perempuan dan sisanya laki-laki. Jika
peneliti menganggap informasi ini penting untuk analisa, maka stratified sampling lebih cocok
digunakan untuk memilih sampel. Prosedur penggunaan stratified sampling adalah sebagai berikut, pertama, peneliti
membagi populasi kedalam beberapa subpopulasi stau strata berdasarkan informasi
yang didapat. Kedua, peneliti merumuskan sampling
frame pada masing-masing subpopulasi atau strata. Ketiga, peneliti memilih
sampel pada masing-masing subpopulasi atu strata dengan menggunakan simple random atau systematic sampling. Dalam pemilihan sampel ini, proporsi jumlah
sampel antar strata adalah sama dengan proporsi jumlah elemen antar strata.
Dengan demikian, jika telah ditetapkan bahwa 20 orang akan dipilih sebagai
sampel penelitian pada kelas metodologi penelitian sosial yang jumlah elemennya
adalah 80 orang, maka perbandingan jumlah sampel antara perempuan dan laki-laki
adalah 60:20. Berdasarkan proporsi tersebut, selanjutnya diperoleh sampel untuk
perempuan adalah 15 orang dan untuk laki-laki adalah 5 orang. Terkadang seorang
peneliti memilih sampel dengan tidak melihat proporsi tersebut sebagai contoh,
pada kasus diatas ia memilih sampel laki-laki sejumlah 10 orang. Dalam kondisi
demikian maka hasil analisis tidak dapat digeneralisasikan secara langsung
terhadap populasi tersebut. Selanjutnya agar hasil analisis dapat digeneralisasikan peneliti
perlu melakukan pembobotan (weighting).
Dalam dalam contoh tersebut karena jumlah sampel laki-laki dilipatduakan maka
jumlah sampel perempuan juga perlu dilipatduakan. Hasil akhir setelah
pembobotan jumlah sampel perempuan adalah 30 orang dan jumlah sampel laki-laki
adalah 10 orang.
4.
Cluster
sampling (Penarikan sampel berkelompok)
Cluster sampling
disebut juga dengan area sampling. Cluster
sampling ini digunakan ketika elemen dari populasi secara geografis
tersebar luas sehingga sulit untuk disusun sampling
frame. Keuntungan penggunaan teknik ini adalah menjadikan proses sampling
lebih murah dan cepat daripada jika digunakan teknik simple random sampling. Akan tetapi hasil dari cluster sampling ini pada umumnya kurang akurat dibandingkan simple random sampling. Adapun cluster adalah suatu unit yang berisi
sekumpulan elemen-elemen populasi. Namun, terhadap populasi yang lebih tinggi cluster sendiri berkedudukan sebagai
elemen dari populasi yang lebih tinggi. Cluster
sendiri berkedudukan sebagai elemen dari populasi tersebut. Seorang peneliti
yang menggunakan cluster sampling,
pertama-tama memilih sampel yang berbentuk cluster
dari suatu populasi. Selanjutnya dari tiap-tiap cluster sampel tersebut diturunkan sampel yang berbentuk
elemen.sebagai contoh pemilihan sampel pegawai pada suatu departemen yang
pegawainya tersebar pada berbagai unit kerja yang juga tersebar secara
geografis. Pada kasus ini peneliti dapat menjadikan unit kerja sebagai cluster dan selanjutnya secara random
memilih beberapa unt kerja sebagai sampel. Pada setiap unit kerja yang terpilih
tersebut kemudian seluruh pegawai dijadikan sampel atau dipilih sejumlah
pegawai sebagai sampel penelitian secara random.
5.
Multistage
sampling (Penarikan sampel secara bertahap)
Hampir
sama dengan cluster, dengan tahap
lebih dari satu kali (misal Propinsi, Kabupaten, Kecamatan, Kelurahan/Desa dan
seterusnya).
6.
Area
sampling ( Penarikan sampel wilayah)
Cara
ini dilakukan karena populasi tidak dapat kerangka sampling. Dibutuhkan suatu
foto udara yang jelas dan rinci dari wilayah yang akan diteliti, sehingga dapat
diketahui blok-blok yang ada seperti perumahan, pertokoan. Teknik penarikan sampel
sama seperti penarikan sampel secara bertahap.
Beberapa
metode yang termasuk non probability sampling adalah sebagai berikut:
Cara
ini dilakukan bila tidak mungkin diperoleh daftar yang lengkap dari populasi
penelitian, sehingga tidak terdapat kesempatan yang sama pada anggota populasi.
Karena itu, peneliti tidak dapat membuat generalisasi atau kesimpulan yang
dapat mewakili populasi, hasil analisis hanya berlaku untuk anggota populasi
yang diteliti. Dengan penarikan sampel non
probability, peneliti tidak dihadapkan pada cara-cara yang rumit. Metode
yang termasuk non probability sampling
antara lain:
1.
Purposive
sampling (Penarikan sampel secara sengaja)
Cara
ini membutuhkan kemampuan dan pengetahuan yang baik dari peneliti terhadap
populasi penelitian. Untuk menentuka siapa yang menjadi anggota sampel maka
peneliti harus benar-benar mengetahui dan beranggapan bahwa orang yang dipilihnya
dapat memberikan informasi yang diinginkan sesuai dengan permasalahan
penelitian.
2.
Quota
sampling (Penarikan sampel jatah)
Cara
ini mirip dengan stratified sampling,
yaitu membagi populasi ke dalam sub-sub populasi sesuai dengan fokus
penelitian. Penarikan sampel jatah dilakukan bila peneliti tidak dapat
mengetahui jumlah yang rinci dari setiap strata populasinya.
3.
Snowball
sampling (Penarikan sampel bola salju)
Cara
penarikan sampel ini dimulai dengan jumlah yang sedikit akhirnya menjadi banyak
dengan beberapa tahap. Pertama, menentukan satu atau beberapa orang untuk
diwawancarai. Selanjutnya orang-orang tersebut akan berperan sebagai titik awal
penarikan sampel selanjutnya. Salah satu kelemahannya adalah sampel yang pada
tahap berikutnya adalah orang-orang terdekat (peer group). Karena itu orang pertama dipilih dari satu.
4.
Sequential
sampling
Penarikan
sampel ini dimulai dengan pengambilan sampel dalam jumlah kecil, kemudian data
dianalisis. Jika hasilnya masih diragukan, maka sampel diambil yang lebih besar
dan seterusnya.
5.
Accidental/Haphazard
sampling (Penarikan sampel secara kebetulan)
Penarikan sampel ini dilakukan
dengan cara memilih orang yang kebetulan ditemui.
tidak ada komentar
BalasHapus