
RUMAH
ADAT DI INDONESIA BESERTA KETERANGANNYA
Disusun guna memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Geografi permukiman
Dosen Pengampu : Drs. Sriyono, M.pd
Oleh
Siti
Hayani
3201411145
Rombel
03
JURUSAN
GEOGRAFI
FAKULTAS
ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS
NEGERI SEMARANG
2013
1. Provinsi DI Aceh / Nanggro Aceh
Darussalam / NAD, rumah adat tradisional : Rumoh aceh

Rumah
tradisonal suku Aceh dinamakan Rumoh Aceh. Rumah adat ini bertipe rumah
panggung dengan 3 bagian utama dan 1 bagian tambahan. Tiga bagian utama dari
rumah Aceh yaitu seuramoë keuë (serambi depan), seuramoë teungoh
(serambi tengah) dan seuramoë likôt (serambi belakang). Sedangkan 1
bagian tambahannya yaitu rumoh dapu (rumah dapur).
2. Provinsi Sumatera Utara / Sumut, rumah adat tradisional : Rumah balai batak toba

Dalam
bidang seni rupa yang menonjol adalah
arsitektur rumah adat yang merupakan perpaduan
dari hasil seni pahat dan seni ukir serta hasil seni kerajinan. Arsitektur
rumah adat terdapat dalam berbagai bentuk ornamen.Pada umumnya bentuk bangunan
rumah adat pada kelompok adat batak melambangkan "kerbau berdiri
tegak". Hal ini lebih jelas lagi dengan menghias pucuk atap dengan kepala kerbau. Rumah adat suku
bangsa Batak bernama Ruma Batak.
Berdiri kokoh dan megah dan masih banyak ditemui di Samosir.
3.
Provinsi
Sumatera Barat / Sumbar, rumah adat tradisional : Rumah gadang

Rumah adat
Sumatera Barat khususnya dari etnis Minangkabau disebut Rumah Gadang. Rumah Gadang biasanya dibangun diatas sebidang
tanah milik keluarga induk dalam suku/kaum tersebut secara turun temurun. Tidak
jauh dari komplek rumah gadang tersebut biasanya juga dibangun sebuah surau kaum yang berfungsi sebagai tempat ibadah dan
tempat tinggal lelaki dewasa kaum tersebut namun belum menikah.
4. Provinsi Riau, rumah adat tradisional
: Rumah melayu selaso jatuh kembar

Balai
salaso jatuh adalah bangunan seperti rumah adat tapi fungsinya bukan untuk
tempat tinggal melainkan untuk musyawarah atau rapat secara adat. Sesuai dengan
fungsinya bangunan ini mempunyai macam-macam nama antara lain : Balairung Sari,
Balai Penobatan, Balai Kerapatan dan lain-lain. Bangunan tersebut kini tidak
ada lagi, didesa-desa tempat musyawarah dilakukan di rumah Penghulu, sedangkan
yang menyangklut keagamaan dilakukan di masjid. Ciri - ciri Balai Salaso Jatuh
mempunyai selasar keliling yang lantainya lebih rendah dari ruang tengah,
karena itu dikatakan Salaso Jatuh. Semua bangunan baik rumah adat maupun balai
adat diberi hiasan terutama berupa ukiran.
5. Provinsi Jambi, rumah adat tradisional
: Rumah panggung

Rumah
tinggal orang Batin disebut Kajang Lako atau Rumah Lamo. Bentuk bubungan Rumah
Lamo seperti perahu dengan ujung bubungan bagian atas melengkung ke atas.
Tipologi rumah lamo berbentuk bangsal, empat persegi panjang dengan ukuran
panjang 12 m dan lebar 9 m. Bentuk empat persegi panjang tersebut dimaksudkan
untuk mempermudah penyusunan ruangan yang disesuaikan dengan fungsinya, dan
dipengaruhi pula oleh hukum Islam.
6. Povinsi Papua dan Papua Barat, rumah adat tradisional : Rumah Honai
Sebutan rumah adat / rumah
tradisional asli suku-suku yang ada di provinsi Papua adalah Rumah Honai. Rumah Hanoi dapat banyak
kita temui di lembah dan pegunungan dibagian tengah pada pulau Papua, disana
terdapat suku Dani tinggal di
bagian lembah Baliem atau Wamena, suku Lani,
Yali di pegunungan Toli dan
suku-suku asli Papua lainnya. Daerah pegunungan dan lembah disana mempunyai
hawa yang cukup dingin pada umumnya terletak diketinggian 2500 meter dari
permukaan laut. Maka dari itu bentuk rumah Honai yang bulat dirancang untuk
bisa meredam hawa dingin ataupun tiupan angin yang kencang. Rumah Honai
memiliki bentuk atap bulat kerucut terbuat dari jerami atau ilalang, bentuk
atap ini berfungsi untuk melindungi seluruh permukaan dinding agar tidak
terkena air hujan dan dapat meredam hawa dingin untuk tidak masuk kedalam
rumah. Dinding rumah terbuat dari kayu dengan satu pintu pendek tanpa jendela. Rumah
Hanoi terdiri dari 2 lantai yaitu lantai pertama sebagai tempat tidur dan
lantai kedua untuk tempat bersantai, makan, dan aktivitas keluarga lainnya.
Rumah Honai memiliki tinggi kurang lebih 2,5 meter. Dimalam hari menggunakan
penerangan kayu bakar. Di dalam rumah Honai tepat dibagian tengah pada lantai
terdapat galian tanah yang berfungsi sebagai tungku selain sebagai penerangan,
bara api juga bermanfaat untuk menghangatkan tubuh. Jika tidur mereka tidak
menggunakan dipan atau kasur, mereka beralas rerumputan kering yang dibawa dari
kebun atau ladang. Rumah Honai terbagi dalam tiga tipe, yaitu untuk kaum
laki-laki (disebut Honai), wanita (disebut Ebei), dan kandang babi (disebut
Wamai).
7.
Provinsi Jawa Tengah, rumah adat trdisional : Rumah
Joglo Jawa Tengah

Umumnya bagian rumah adat Jawa Tengah terdiri dari tiga bagian utama:
pendhopo, pringgitan, dan omah ndalem atau omah njero. Pendhopo adalah bagian
rumah yang biasanya digunakan untuk menerima tamu. Pringgitan adalah bagian
ruang tengah yang digunakan untuk pertunjukan wayang kulit; berasal dari akar
kata “ringgit” yang artinya wayang kulit. Bagian ketiga adalah omah ndalem atau
omah njero, yang merupakan ruang keluarga. Dalam omah njero terdapat tiga buah
kamar (senthong), yaitu senthong kanan, tengah, dan kiri. Dilihat dari
strukturnya, rumah adat Jawa Tengah mungkin terlihat lebih sederhana.
Pembangunan bagian rumah seperti pendhopo membutuhkan empat buah tiang
penyangga guna menyangga berdirinya rumah. Tiang-tiang tersebut dinamakan soko
guru, yang juga merupakan lambang penentu arah mata angin. Dari empat soko guru
tersebut, terdapat juga tumpang sari yang merupakan susunan terbalik yang
tersangga soko guru. Ndalem atau omah njero digunakan sebagai inti dari sebuah
Joglo. Dilihat dari struktur tata ruangnya, bagian ndalem mempunyai 2
ketinggian yang berbeda. Hal ini bertujuan agar terdapat ruang sebagai tempat
sirkulasi udara. Joglo adalah jenis rumah adat suku Jawa yang terlihat
sederhana dan digunakan sebagai lambang atau penanda status sosial seorang
priyayi atau bangsawan Jawa. Rumah ini mempunyai keunikan atau kekhasan
tersendiri dengan adanya tiang-tiang penyangga atau soko guru, beserta tumpang
sari nya. Setiap bagian rumah merepresentasikan fungsi yang berbeda, yang
dibangun di atas lahan yang luas juga; oleh karena itu, rumah ini hanyalah
dipunyai orang dari kalangan berpunya saja.
8. Provinsi
Jawa Barat, rumah adat tradisional : Rumah Kasepuhan Cirebon

Seperti halnya provinsi lain yang ada di Indonesia, Jawa Barat memiliki
berbagai macam rumah tinggal. Salah satunya adalah rumah tinggal yang disebut
jogo anjing, yaitu rumah yang bentuknya segi empat dengan serambi di depan yang
bentuknya masih sederhana. Selain itu, juga ada rumah heuaay bodoh yang bentuknya
sedikit lebih besar, dan rumah julang ugapok yang mempunyai bentuk atap yang
kelihatan megah. Salah satu bentuk rumah yang ada di daerah Jawa Barat dapat
dilihat dari model bangunan Kesultanan Cirebon. Bangunan kesultanan di daerah
Cirebon memiliki berbagai ruangan. Ruang jinem pangrawit atau pendopo digunakan
sebagai tempat berkumpul para punggawa dan prajurit yang sedang bertugas. Ruang
pringgodani digunakan sebagai tempat sultan mengadakan pertemuan dengan para
stafnya. Ruang prabayaksa digunakan sebagai tempat sultan menerima tamu
penting. Sementara, ruang panembahan adalah tempat sultan bekerja dan
beristirahat di siang hari. Selain ruang-ruang di atas, terdapat ajeng, yaitu
bangunan yang terletak paling depan dan digunakan sebagai tempat kesenian untuk
menyambut tamu-tamu penting. Kemudian ada lunjuk, bangunan yang digunakan para
tamu untuk melapor kedatangannya dengan berbagai keperluan di keraton. Lalu,
ada srimenganti, bangunan yang berfungsi sebagai ruang tunggu. Langgar alit
adalah tempat beribadah dan kegiatan keagamaan keluarga sultan. Jinem arum
adalah ruang pertemuan keluarga sultan. Dan, yang terakhir adalah kaputren,
yaitu bangunan tempat tinggal putri sultan.
9.
Provinsi Jawa Timur, rumah adat tradisional : Rumah
Joglo Situbondo

Rumah adat
joglo adalah salah satu rumah adat yang dimiliki oleh daerah Jawa Timur. Rumah
adat joglo di Jawa Timur banyak ditemukan di daerah Ponorogo. Kebanyakan rumah
joglo yang terdapat di Ponorogo adah rumah adat joglo yang memiliki dua ruangan
yaitu :
- Ruang depan (pendopo) yang difungsikana sebagai :
- tempat menerima tamu
- balai pertemuan (karena awalnya hanya dimiliki oleh bangsawan dan kepala desa)
- tempat untuk mengadakan upacara – upacara adat
- Ruang belakang yang terdiri dari :
- kamar – kamar
- dapur (pawon)
Sedangkan ruang utama atau ruang
induk pada rumah joglo dibagi menjadi 3 ruangan, yaitu :
- sentong kiwo (kamar kiri)
- sentong tengan (kamar tengah)
- sentong tangen (kamar kanan)
Dalam rumah
adat joglo, umumnya sebelum memasuku ruang induk kita akan melewati sebuah
pintu yang memiliki hiasan sulur gelung atau makara. Hiasan
ini digambarakn untuk menolak maksud – maksud jahat. Dalam masyarakat Jawa,
kamar tengah merupakan kamar sakral. Dalam kamar ini pemiliki rumah biasanya
menyediakan tempat tisur atau katil yang dilengkapi dengan bantal guling,
cermin dan sisir dari tanduk. Kamar tengah umumnya juga dilengkapi dengan lampu
yang menyala siang siang dan malam yang berfungsi sebagai pelita, serta ukiran
yang memiliki makna sebagai pendidikan rohani. Di sebelah kiri (barat) terdapat
dempil yang berfungsi sebagai tempat tidur orang tua yang langsung
dihubungkan dengan serambi belakang (pasepen) yang digunakan untuk
membuat kerjinan tangan. Sedangkan disebelah kanan (timur) terdapat dapur,
pendaringan dan tempat yang difungsikan untuk menyimpan alat pertanian.
10. Provinsi
DKI Jakarta, rumah adat tradisional : Rumah Kebaya (Suku Betawi)

Rumah ini termasuk dalam bentuk rumah panggung, yang berdiri beberapa cm
di atas tanah. Dilihat dari gaya arsitekturnya, rumah adat Betawi
seperti mendapatkan pengaruh arsitektur dari beberapa negara seperti Eropa,
Arab, dan Cina. Gaya arsitektur yang mirip dengan gaya rumah negara lain
terserbut terlihat dari desain pintu, jendela, lubang angin, dan beberapa
ornamen rumah yang terdapat di sana. Dilihat dari struktur peletakan ruangnya,
rumah adat suku Betawi mirip juga dengan rumah modern yang ada dewasa ini;
terlihat dari terdapatnya ruang-ruang dengan fungsi tertentu, seperti ruang
umum, ruang pribadi, dan area servis. Dulunya, rumah adat Betawi dibuat dari
bambu. Sedangkan sekarang ini karena pengaruh modernisasi, rumah adat suku
Betawi terbuat dari dinding tembok. Jika dulunya lantai rumah tradisional ini
terbuat dari tanah, sekarang terbuat dari keramik atau plesteran semen. Rumah ini
terlihat sederhana namun tetap terlihat apik dengan pagar kayu yang
mengelilingi bangunan rumah. Mungkin inilah yang membuat rumah Betawi terlihat
unik. Saat tamu berkunjung, para tamu dipersilakan duduk di bagian depan rumah
atau balai-balai rumah. Teras rumah terbuka dengan beberapa tempat duduk kayu.
Tempat ini cukup luas. Yang unik dari rumah adat Betawi adalah dinding bagian
depan rumah yang bisa dibongkar pasang. Hal ini bertujuan agar rumah bisa
dibuka jika si empunya rumah menyelenggarakan hajatan atau acara sosial yang
mengharuskan mengundang banyak orang. Bagian tengah rumah biasanya digunakan
sebagai ruang tidur, dapur, kamar mandi, dan sebagai pembatas terdapat semacam
pintu kayu yang diberi kisi-kisi tempat sirkulasi udara. Pada umumnya pintu
terbuat dari kayu yang diberi lubang-lubang angin yang juga berfungsi mengatur
sirkulasi udara. Rumah adat suku Betawi mungkin terlihat sederhana namun secara
sosial, rumah suku Betawi merupakan jenis rumah yang memperhitungkan fungsi
sosial si empunya rumah juga. Karena pada suatu saat, jika empunya rumah ingin
mengadakan hajatan atau acara sosial, papan depan rumah dapat dilepas sehingga
memungkinkan lebih banyak orang ditampung di dalam rumah. Untuk lebih
lengkapnya informasi tentang rumah Betawi, anda bisa mencari rumah adat Betawi
wikipedia. Rumah adat Betawi merupakan salah satu jenis rumah adat yang
memperkaya khasanah budaya bangsa.
11. Provinsi
Banten, rumah adat tradisional : Rumah Badui

Rumah adatnya adalah rumah panggung yang beratapkan daun atap dan
lantainya dibuat dari pelupuh yaitu bambu yang dibelah-belah. Sedangkan
dindingnya terbuat dari bilik (gedek). Untuk penyangga rumah panggung adalah
batu yang sudah dibuat sedemikian rupa berbentuk balok yang ujungnya makin
mengecil seperti batu yang digunakan untuk alas menumbuk beras. Rumah adat ini
masih banyak ditemukan di daerah yang dihuni oleh orang Kanekes atau disebut juga orang Badui.
12. Provinsi Bangka Belitung, rumah adat tradisional :
Rumah Rakit/Rumah Limas

Secara umum arsitektur di Kepulauan Bangka Belitung berciri Arsitektur
Melayu seperti yang ditemukan di daerah-daerah sepanjang pesisir Sumatera dan
Malaka. Di daerah ini dikenal ada tiga tipe yaitu Arsitektur Melayu Awal,
Melayu Bubung Panjang dan Melayu Bubung Limas. Rumah Melayu Awal berupa rumah
panggung kayu dengan material seperti kayu, bambu, rotan, akar pohon, daun-daun
atau alang-alang yang tumbuh dan mudah diperoleh di sekitar pemukiman. Bangunan
Melayu Awal ini beratap tinggi di mana sebagian atapnya miring, memiliki
beranda di muka, serta bukaan banyak yang berfungsi sebagai fentilasi. Rumah
Melayu awal terdiri atas rumah ibu dan rumah dapur yang berdiri di atas tiang
rumah yang ditanam dalam tanah. Berkaitan dengan tiang, masyarakat Kepulauan
Bangka Belitung mengenal falsafah 9 tiang. Bangunan didirikan di atas 9 buah
tiang, dengan tiang utama berada di tengah dan didirikan pertama kali. Atap
ditutup dengan daun rumbia. Dindingnya biasanya dibuat dari pelepah/kulit kayu
atau buluh (bambu). Rumah Melayu Bubung Panjang biasanya karena ada penambahan
bangunan di sisi bangunan yang ada sebelumnya, sedangkan Bubung Limas karena
pengaruh dari Palembang. Sebagian dari atap sisi bangunan dengan arsitektur ini
terpancung. Selain pengaruh arsitektur Melayu ditemukan pula pengaruh
arsitektur non-Melayu seperti terlihat dari bentuk Rumah Panjang yang pada umumnya
didiami oleh warga keturunan Tionghoa. Pengaruh non-Melayu lain datang dari
arsitektur kolonial, terutama tampak pada tangga batu dengan bentuk lengkung.
13. Provinsi Lampung, rumah adat tradisional : Nuwo Sesat

Rumah tradisional adat Lampung, atau yang sering disebut Nuwo Sesat,
memiliki ciri khas seperti: berbentuk panggung, atap terbuat dari anyaman
ilalang, terbuat dari kayu dikarenakan untuk menghindari serangan hewan dan
lebih kokoh bila terjadi gempa bumi, karena masyarakat lampung telah mengenal
gempa dari zaman dahulu dan lampung terletak di pertemuan lempeng Asia dan
Australia.
14. Provinsi
Bengkulu, rumah adat tradisional : Rumah Rakyat

Dalam bahasa melayu Bengkulu, rumah tempat tinggal dinamakan juga
“Rumah”. Rumah tradisional Bengkulu termasuk tipe rumah panggung. Rumah
panggung ini dirancang untuk melindungi penghuninya dari banjir. Disamping itu
kolong rumah panggung juga dapat dipergunakan untuk menyimpan gerobak, hasil
panen, alat-alat pertanian, kayu api, dan juga berfungsi sebagai kandang hewan
ternak. Bentuk rumah panggung melayu ini terbagi menjadi beberapa bagian,
antara lain.
Bagian atas, Bagian atas rumah adat
melayu Bengkulu ini terdiri dari :
- Atap : terbuat dari ijuk, bamboo, atau seng
- Bubungan : ada beberapa bentuk
- Pacu : plafon dari papan atau pelupuh
- Peran : balok-balok bagian atas yang menghubungkan
- Tiang-tiang bagian atas
- Kap : kerangka untuk menempel kasau
- Kasau : untuk mendasi reng
- Reng : untuk menempel atap
- Listplang, suyuk, penyunting
Bagian tengah, terdiri atas:
- Kusen : kerangka untuk pintu dan jendela
- Dinding : terbuat dari papan atau pelupuh
- Jendela : bentuk biasa dan bentuk ram
- Pintu : bentuk biasa dan bentuk ram
- Tulusi (lubang angin) : ventilasi, biasanya di atas pintu dan jendela, dibuat dengan berbagai ragam hias
- Tinag penjuru
- Piabung : tiang penjuru hal
- Tiang tengah
- Bendu : balok melintang sepanjang dinding
Bagian bawah, terdiri dari :
- Lantai : dari papan, bamboo, atau pelupuh
- Geladak : dari papan 8 dim dengan lebar 50cm dipasang sepanjang dinding luar di atas balok
- Kijing : penutup balok pinggir dari luar, sepanjang keliling dinding
- Balok (besar) : kerangka untuk lantai yang memanjang ke depan
- Tailan : balok sedang yang berfungsi sebagai tempat menempelkan lantai
- Blandar : penahan talian, melintang
- Bedu : balok diatas sebagai tempat meletakkan rel
- Bidai : bamboo tebal yang dipasang melintang dari papan lantai, untuk mempertahankan dari tusukan musuh dari bawah rumah
- Pelupuh kamar tidur : sejajar dengan papan lantai (di atas bidai)
- Lapik tiang : batu pondasi tiang rumahtiang rumah
- Tangga depan dan belakang
15. Provinsi
Kepulauan Riau, rumah adat tradisional : Rumah Selaso Jatuh Kembar

Rumah adat di daerah Riau bernama
Selaso Jatuh Kembar. Ruangan rumah ini terdiri dari ruangan besar untuk tempat
tidur. ruangan bersila, anjungan dan dapur. Rumah adat ini dilengkapi pula
dengan Balai Adat yang dipergunakan untuk pertemuan dan musyawarah adat.
SUMBER
CORAK
Corak dasar Melayu Riau umumnya
bersumber dari alam, yakni terdiri atas flora, fauna, dan benda-benda angkasa.
Benda-benda itulah yang direka-reka dalam bentuk-bentuk tertentu, baik menurut
bentuk asalnya seperti bunga kundur, bunga hutan, maupun dalam bentuk yang
sudah diabstrakkan atau dimodifikasi sehingga tak lagi menampakkan wujud
asalnya, tetapi hanya menggunakan namanya saja seperti itik pulang petang,
semut beriring, dan lebah bergantung. Di antara corak-corak tersebut, yang
terbanyak dipakai adalah yang bersumber pada tumbuh-tumbuhan (flora). Hal ini
terjadi karena orang Melayu umumnya beragama Islam sehingga corak hewan (fauna)
dikhawatirkan menjurus kepada halhal yang berbau “keberhalaan”. Corak hewan
yang dipilih umumnya yang mengandung sifat tertentu atau yang berkaitan dengan
mitos atau kepercayaan tempatan. Corak semut dipakai -walau tidak dalam bentuk
sesungguhnya, disebut semut beriringkarena sifat semut yang rukun dan
tolong-menolong. Begitu pula dengan corak lebah, disebut lebah bergantung,
karena sifat lebah yang selalu memakan yang bersih, kemudian mengeluarkannya
untuk dimanfaatkan orang ramai (madu). Corak naga berkaitan dengan mitos
tentang keperkasaan naga sebagai penguasa lautan dan sebagainya. Selain itu,
benda-benda angkasa seperti bulan, bintang, matahari, dan awan dijadikan corak
karena mengandung nilai falsafah tertentu pula. Ada pula corak yang bersumber
dari bentuk-bentuk tertentu yakni wajik(Belah ketupat), lingkaran, kubus, segi,
dan lain-lain. Di samping itu, ada juga corak kaligrafi yang diambil dari kitab
Alquran. Pengembangan corak-corak dasar itu, di satu sisi memperkaya bentuk
hiasan. Di sisi lain, pengembangan itu juga memperkaya nilai falsafah yang
terkandung di dalamnya.
RAGAM
ORNAMEN
Bangunan BALAI ADAT MELAYU RIAU pada
umumnya diberi ragam hiasan, mulai dari pintu,jendelah,vetilasi sampai kepuncak
atap bangunan,ragam hias disesuaikan dengan makna dari setiap ukiran. Selembayung,
Selembayung disebut juga “ selo bayung “ dan “tanduk buang” adalah hiasan yang
terletak bersilangan pada kedua ujung perabung bangunan.pada bangunan balai
adat melayu ini setiap pertemuan sudut atap di beri selembayung yang terbuat
dari ukiran kayu. Hiasan pada pintu dan jendelah, Hiasan pada bagian atas pintu
dan jendelah yang disebut”lambai-lambai”,melambangkan sikap ramah tamah. Hiasan
“Klik-klik” disebut kisi-kisi dan jerajak pada jendelah dan pagar.
16. Provinsi
Maluku dan Maluku Utara, rumah adat tradisional : Rumah Baileo


Baileo itu sebutan atau nama dari rumah adat orang
Maluku, dengan bentuk bangunan yang besar, material bangunan sebagian besar
berbahan dasar kayu, kokoh dengan cukup banyak ornamen, ukiran yang menghiasi
seluruh bagian dari rumah tersebut. Tidak seperti halnya fungsi rumah adat pada
suku-suku lain di Indonesia, Baileo atau sebutan harfiahnya Balai, merupakan
rumah yang di bangun dengan tujuan yang berbeda, bukan sebagai rumah untuk
dihuni atau rumah tinggal, melainkan bangunan yang berfungsi untuk Landmark
suatu desa bagi orang-orang Maluku (rumah yang di gunakan sebagai tempat
kegiatan atau upacara adat bagi warga kampung). Baileo merupakan bangunan yang
berfungsi sebagai tempat pertemuan warga (balai bersama), selain sebagai tempat
pertemuan / kegiatan Baileo juga berfungsi untuk menyimpan benda-benda suci,
senjata atau pusaka peninggalan dari nenek moyang warga kampung tersebut. Rumah
adat Baileo ini mempunyai beberapa bagian yang mempunyai fungsi yang berbeda
dan mempunyai filosofi yang tersirat di dalamnya. Pada intinya rumah adat
Baileo ini dibuat tanpa dinding, hal ini bermakna agar roh nenek moyang dapat
dengan leluasa untuk keluar masuk kedalam rumah adat tersebut. Bagian depan
atau pintu masuk rumah adat Baileo terdapat Batu Pamali batu
besar yang berfungsi sebagai tempat untuk meletakkan sesaji
17. Provinsi
Gorontalo, rumah adat tradisional : Rumah Dolohupa dan Rumah Pewaris

Dolohupa adalah sebutan atau nama lain dari rumah adat Gorontalo,didalam
rumah adat ini kita bisa melihat seluruh kehidupan masyarakat sekitar dalam
kehidupanya lengkap dengan perabot serta pernik-pernik adat gorontalo. Rumah
adat orang Gorontalo ada ternyata ada 2 macam. Yang pertama Bandayo Poboide . Rumah ini terletak
tepat di depan Kantor Bupati Gorontalo, Jalan Jenderal Sudirman, Limboto. Yang
kedua, adalah rumah adat yang disebut Dulohupa
. Rumah adat Dulohupa ini letaknya di Kelurahan Limba U2, Kecamatan Kota
Selatan, Kota Gorontalo. Rumah adat ini digunakan sebagai tempat bermusyawarat
kerabat kerajaan pada masa lampau. Dulohupa merupakan rumah panggung yang
terbuat dari papan, dengan bentuk atap khas daerah Gorontalo. Pada bagian
belakang ada ajungan tempat para raja dan kerabat istana untuk beristirahat
atau bersantai sambil melihat kegiatan remaja istana bermain sepak raga. Rumah
adat Dulohupa ini, biasanya terdapat di sebuah bidang tanah yang luasnya kurang
lebih lima ratus meter dan halamannya dilengkapi taman bunga, bangunan tempat
penjualan sovenir, dan sebuah bangunan garasi bendi kerajaan yang bernama Talanggeda. Pada masa pemerintahan
para raja, rumah adat ini digunakan sebagai ruang pengadilan kerajaan. Bagian
dalamnya digunakan untuk memvonis para pengkhianat negara melalui sidang tiga
alur pejabat pemerintahan, yaitu Buwatulo Bala (Alur Pertahanan / Keamanan),
Buwatulo Syara (Alur Hukum Agama Islam), dan Buwatulo Adati (Alur Hukum Adat).
18. Provinsi
Nusa Tenggara Barat (NTB), rumah adat tradisional : Rumah Adat Sasak

Rumah adat Sasak pada bagian atapnya
berbentuk seperti gunungan, menukik ke bawah dengan jarak sekitar 1,5 sampai 2
meter dari permukaan tanah (pondasi). Atap dan bubungannya (bungus)
terbuat dari alang-alang, dindingnya dari anyaman bambu (bedek),
hanya mempunyai satu berukuran kecil dan tidak ada jendelanya. Ruangannya (rong)
dibagi menjadi inan bale (ruang induk) meliputi bale luar (ruang
tidur) dan bale dalem berupa tempat menyimpan harta benda, ruang ibu
melahirkan sekaligus ruang disemayamkannya jenazah sebelum dimakamkan.Ruangan bale
dalem dilengkapi amben, dapur, dan sempare (tempat menyimpan
makanan dan peralatan rumah tangga lainnya) terbuat dari bambu ukuran 2 x 2
meter persegi atau bisa empat persegi panjang. Kemudian ada sesangkok
(ruang tamu) dan pintu masuk dengan sistem sorong (geser). Di antara bale
luar dan bale dalem ada pintu dan tangga (tiga anak tangga) dan lantainya
berupa campuran tanah dengan kotoran kerbau/kuda, getah, dan abu jerami.
19. Provinsi
Bali, rumah adat tradisional : Rumah Gapura Candi Bentar

Ada filosofi yang terkandung di balik pembangunan rumah adat Bali.
Rumah adat yang ada di Bali merupakan cerminan akan kondisi masyarakat yang
ada. Ada 3 aspek atau nilai yang harus dikandung dalam rumah adat di Bali.
Menurut masyarakat Bali, keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat akan
terwujud jila seseorang mampu mewujudkan hubungan yang sinergis antara pawongan
(penghuni rumah), palemahan (lingkungan dari tempat rumah itu berada), dan
parahyangan. Pembangunan rumah di Bali harus memenuhi ketiga aspek tersebut,
yang biasa disebut sebagai Tri Hita Karana. Kebanyakan rumah adat Bali selain
dibangun atas dasar ketiga aspek tadi, juga dibangun dan dihias dengan pernak
pernik seperti ukir-ukiran kayu berwarna kontras namun terkesan alami. Dalam
setiap hiasan atau pernak-pernik yang ada di sebuah rumah adat di Bali, ada
filosofi atau makna yang dianut: misalnya adanya patung-patung yang merupakan
simbol pemujaan mereka terhadap sang pencipta, atau ucapan terima kasih
terhadap dewa-dewi.
20. Provinsi Kalimantan Selatan, rumah adat tradisional : Rumah Banjar atau Rumah Ba'anjung

Rumah Banjar atau Rumah Ba'anjung adalah rumah tradisional suku Banjar.
Pada umumnya arsitektur tradisional berciri-ciri antara lain memiliki
perlambang, memiliki penekanan pada atap, ornamental, dekoratif dan simetris. Rumah
tradisional Banjar adalah jenis rumah khas Banjar dengan gaya dan ukirannya
sendiri sejak sebelum tahun 1871 sampai tahun 1935. Pada tahun 1871, pemerintah kota Banjarmasin mengeluarkan
segel izin pembuatan Rumah Bubungan Tinggi di kampung Sungai Jingah yang
merupakan rumah tertua yang pernah dikeluarkan segelnya. Umumnya, rumah
tradisional Banjar dibangun dengan beranjung (bahasa
Banjar: ba-anjung), yaitu sayap bangunan yang menjorok dari samping kanan
dan kiri bangunan utama, karena itulah disebut Rumah Ba'anjung. Anjung merupakan ciri khas rumah tradisional
Banjar, walaupun ada pula beberapa jenis Rumah Banjar yang tidak beranjung. Jenis rumah
yang bernilai paling tinggi adalah Rumah Bubungan Tinggi yang diperuntukan
untuk bangunan Dalam Sultan (kedaton) yang diberi nama Dalam Sirap. Dengan demikian, nilainya
sama dengan rumah joglo di Jawa yang dipakai sebagai kedaton (istana kediaman
Sultan). Keagungan seorang penguasa pada masa pemerintahan kerajaan diukur oleh
kuantitas ukuran dan kualitas seni serta kemegahan bangunan-bangunan kerajaan
khususnya istana raja (Rumah Bubungan Tinggi). Dalam suatu perkampungan suku
Banjar, terdapat berbagai jenis rumah Banjar yang mencerminkan status sosial
maupun status ekonomi sang pemilik rumah. Dalam kampung tersebut, rumah
dibangun dengan pola linier mengikuti arah aliran sungai maupun jalan raya
terdiri dari rumah yang dibangun mengapung di atas air, rumah yang didirikan di
atas sungai maupun rumah yang didirikan di daratan, baik pada lahan basah
(alluvial) maupun lahan kering. Rumah Banjar terdiri Rumah Banjar masa Kesultanan
Banjar dan Rumah Banjar masa kolonial.
21. Provinsi
Kalimantan Timur, rumah adat tradisional : Rumah Lamin

Rumah lamin ternyata berukuran besar. Tak heran jika dahulu sebelum
diresmikan sebagai Lamin adat (diresmikan tahun 1987), rumah ini dihuni oleh
tak kurang dari 12 kepala keluarga yang hidup bersama dalam satu rumah. Menurut
pengamatan, panjang rumah Lamin ini sekitar 30 meter dan lebar 15 meter. Pada
bagian muka Lamin berdiri dengan gagahnya totem-totem khas dayak yang
berbeda-beda antara satu patung dengan patung lainnya. Ada yang berupa lelaki
dengan binatang anjing, wanita memakai kain, serta bentuk semi-abstrak lainnya
yang mungkin agak serupa dengan totem-totem khas suku Indian. Hanya saja totem
disini tidak berwarna alias alami. Bisa jadi fungsi dari totem-totem ini yaitu
untuk mengusir roh-roh jahat mengingat kepercayaan suku dayak yang masih
percaya dengan kekuatan-kekuatan gaib atau animisme. Bahan utama bangunan rumah
adat Lamin adalah kayu ulin atau banyak orang yang menyebutnya sebagai kayu
besi. Disebut kayu besi karena memang jenis kayu tersebut adalah kayu yang
sangat kuat. Bahkan banyak orang mengatakan jika kayu ulin terkena air maka
justru tingkat kekuatannya akan semakin keras. Mungkin hal inilah yang membuat
banyak orang yang membangun rumah di atas dataran rawa atau pinggiran sungai
namun tahan lama umur bangunannya. Selain bangunan, totem-totem yang ada di
bagian depan Lamin juga terbuat dari bahan kayu ulin. Bangunan yang terbuat
dari bahan kayu ulin memiliki kesan mewah karena warna hitam khasnya. Hanya
saja menurut penduduk sekitar saat ini agak sulit untuk mencari pohon ulin
karena ada alih konversi lahan serta perambahan hutan-hutan. Di bagian dalam
lamin terdapat beberapa alat yang biasa digunakan dalam melakukan upacara adat
tertentu. Sayangnya karena tidak ada guider, akhirnya kami hanya
berjalan-jalan saja menjelajahi isi Lamin. Di bagian dalam Lamin terlihat ada
beberapa tengkorak kepala kerbau yang bertuliskan tanggal waktu. Menurut saya
tanggal tersebut menunjukkan kapan seseorang tersebut meninggal. Tengkorak
tersebut adalah bagian dari upacara melepas kematian yang biasa dilakukan oleh
suku Dayak. ‘Menyembelih’ kerbau adalah rangkaian puncak dari upacara Kuangkai
(lihat postingan saya sebelumnya) yang dilakukan untuk upacara kepergian
seseorang yang telah meninggal).
22. Provinsi
Kalimantan Tengah, rumah adat tradisional : Rumah Betang


Rumah betang mempunyai ciri-ciri yaitu;
bentuk Panggung, memanjang. pada suku Dayak tertentu, pembuatan rumah panjang
bagian hulunya haruslah searah dengan Matahari terbit dan sebelah hilirnya ke
arah Matahari terbenam, sebagai simbol kerja-keras untuk bertahan hidup mulai
dari Matahari tumbuh dan pulang ke rumah di Matahari padam. Sebenarnya Rumah
Betang lebih dari sekedar rumah, tetapi sebenarnya rumah Betang adalah jantung
dari struktur sosial kehidupan orang Dayak. Budaya Betang merupakan cerminan
mengenai kebersamaan dalam kehidupan sehari-hari orang Dayak. Di dalam rumah
Betang ini setiap kehidupan individu dalam rumah tangga dan masyarakat secara
sistematis diatur melalui kesepakatan bersama yang dituangkan dalam hukum adat.
Keamanan bersama, baik dari gangguan kriminal atau berbagi makanan, suka-duka
maupun mobilisasi tenaga untuk mengerjakan ladang. Nilai utama yang menonjol
dalam kehidupan di rumah Betang adalah nilai kebersamaan (komunalisme) di
antara para warga yang menghuninya, terlepas dari perbedaan-perbedaan yang
mereka miliki. Dari sini kita mengetahui bahwa suku Dayak adalah suku yang
menghargai suatu perbedaan. Suku Dayak menghargai perbedaan etnik, agama
ataupun latar belakang sosial.
23. Provinsi
Sumatera Selatan, rumah adat tradisional : Rumah Limas

Rumah Limas merupakan prototipe rumah tradisional
Palembang. Selain ditandai dengan atapnya yang berbentuk limas, rumah
tradisional ini memiliki lantai bertingkat tingkat yang disebut Bengkilas dan
hanya dipergunakan untuk kepentingan keluarga seperti hajatan. Para tamu
biasanya diterima diteras atau lantai kedua. Kebanyakan rumah limas luasnya
mencapai 400 sampai 1000 meter persegi atau lebih, yang didirikan diatas
tiang-tiang dari kayu unglen atau ulin yang kuat dan tanah air.Dinding, pintu
dan lantai umumnya terbuat dari kayu tembesu. Sedang untuk rangka digunakan
kayu seru. Setiap rumah terutama dinding dan pintu diberi ukiran. Saat ini
rumah limas sudah mulai jarang dibangun karena biaya pembuatannya lebih besar
dibandingkan membangun rumah biasa. Rumah limas yang sering dikunjungi oleh
wisatawan adalah milik keluarga Bayuki Wahab di Jl. Mayor Ruslan dan Hasyim
Ning di Jl. Pulo, 24 Ilir, Palembang. Namun hampir ditiap pelosok kota terdapat
rumah limas yang umurnya sudah tua, termasuk sebuah rumah limas di museum
Balaputra Dewa.
24. Provinsi
Nusa Tenggara Timur (NTT), rumah adat tradisional : Rumah Temukung

Rumah temukung termasuk dalam kategori rumah panggung. Rumah yang
bentuknya empat persegi panjang ini bagian-bagiannya ada yang bermakna
filosofis dan ada yang non-filosofis (fungsional belaka). Bagian-bagian itu
adalah: atap, bangngu (balok lok bubungan), tiang-tiang gela yang berfungsi
sebagai penopang bangngu, dinding, pintu, tangga, dan kelaga (balai-balai).
DAFTAR PUSTAKA
http://jakartagrosir.com/keterangan-rumah-adat-kalimantan-barat-97.html
http://www.keajaibandunia.net/info/macam-macam-rumah-adat-beserta-keterangannya.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar