A. DANAU
BOROBUDUR
Borobudur adalah nama sebuah candi Buddha yang
terletak di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah,
Indonesia.
Lokasi candi adalah kurang lebih 100 km di sebelah
barat daya Semarang,
86 km di sebelah barat Surakarta, dan 40 km di sebelah barat laut Yogyakarta.
Candi berbentuk stupa
ini didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada
masa pemerintahan wangsa
Syailendra.
Monumen ini terdiri atas enam teras berbentuk bujur sangkar yang diatasnya
terdapat tiga pelataran melingkar, pada dindingnya dihiasi dengan 2.672 panel relief dan aslinya
terdapat 504 arca Buddha. Stupa utama terbesar teletak di tengah
sekaligus memahkotai bangunan ini, dikelilingi oleh tiga barisan melingkar 72
stupa berlubang yang didalamnya terdapat arca buddha tengah duduk bersila dalam
posisi teratai sempurna dengan mudra (sikap tangan) Dharmachakra mudra (memutar
roda dharma).
Tidak seperti
candi lainnya yang dibangun di atas tanah datar, Borobudur dibangun di atas
bukit dengan ketinggian 265 m (870 kaki) dari permukaan laut dan 15 m (49 kaki) di atas dasar danau purba yang telah
mengering. Keberadaan danau purba ini menjadi bahan perdebatan yang hangat di
kalangan arkeolog pada abad ke-20; dan menimbulkan dugaan bahwa Borobudur dibangun
di tepi atau bahkan di tengah danau. Pada 1931, seorang seniman dan pakar
arsitektur Hindu Buddha, W.O.J. Nieuwenkamp, mengajukan teori bahwa
Dataran Kedu dulunya adalah sebuah danau, dan Borobudur dibangun melambangkan
bunga teratai
yang mengapung di atas permukaan danau. Bunga teratai baik dalam bentuk padma
(teratai merah), utpala (teratai biru), ataupun kumuda (teratai
putih) dapat ditemukan dalam semua ikonografi seni keagamaan Buddha; seringkali
digenggam oleh Boddhisatwa sebagai laksana (lambang regalia),
menjadi alas duduk singgasana Buddha atau sebagai lapik stupa. Bentuk
arsitektur Borobudur sendiri menyerupai bunga teratai, dan postur Budha di
Borobudur melambangkan Sutra Teratai yang kebanyakan ditemui dalam naskah
keagamaan Buddha mahzab Mahayana (aliran Buddha yang kemudian menyebar ke Asia
Timur). Tiga pelataran melingkar di puncak Borobudur juga diduga melambangkan
kelopak bunga teratai. Akan tetapi teori Nieuwenkamp yang terdengar luar biasa
dan fantastis ini banyak menuai bantahan dari para arkeolog; pada daratan di
sekitar monumen ini telah ditemukan bukti-bukti arkeologi yang membuktikan
bahwa kawasan sekitar Borobudur pada masa pembangunan candi ini adalah daratan
kering, bukan dasar danau purba.

B. PROSES
TERBENTUKNYA DANAU BOROBUDUR
Kawasan Borobudur berbatasan dengan perbukitan Menoreh di Kulonprogo. Van Bemmelen (1949)
menyebutkan bahwa zaman tersier dikompleks Kulonprogo terjadi aktivitas gunungapi, salah satunya Gunungapi Menoreh,
dimana satuan tersebu tadi masukkan kedalam Formasi Andesit Tua. kala Plesitosen kompleks Kulonprogo ini
terangkat, dan menyebabkan bagian utara
Gunung Gandul mengalami pensesaran yang berarah timur tenggara barat
barat laut, dimana satuan Andesit Tua di daerah
Borobudur menghilang dan tertutup
oleh alluvium dataran Magelang. Helmy
Murwanto (1996), menyimpulkan bahawa lingkungan danau Borobudur masih
berlangsung hingga 1271 M dan telah tertimbun seluruhnya
oleh material vulkanik pada tahun 1288
M dan membentuk bentang alam dataraan bekas danau. Mulyaningsih
(2000), menyebutkan bahwa pada tahun 1285 M telah terjadi letusan Gunung Merapi yang cukup besar dengan
jangkauan material piroklastik sejauh 35 kilometer ke arah selatan, hal ini
diduga membentuk tanggula alam akibat menumpuk dan membedung aliran
tersebut dan membentuk danau Borobudur ini. Wacana tentang adanya danau purba di daerah Borobudur awalnya dikemukakan
oleh W.O.J Nieuwenkamp (1931), seorang seniman sekaligus arsitek dari Belanda. Tidak lama kemudian Van Bemmelen
(1949), seorang ahli geologi kewarganegaraan Belanda dalam bukunya yang berjudul The Geology of Indonesia (Geologi Indonesia). Van Bemmelen menyebutkan
di daerah Magelang bagian selatan dulu pernah terbentuk danau yang
terbentuk oleh letusan kuat dari Gunung Merapi tahun 1006 M (meski beberapa
ahli mempertanyakan catatan tahun letusan Merapi tahun1006 M ini). Praptisih (2002), melakukan pengukuran
stratigrafi terukut pada Kali Tinalah, Kali Krasak, Kali Progo, Kali Elli,
Blondo, Candi Pendem, Candi Lumbung, Candirejo, KaliSileng. Bedasarkan
data-data yang diperoleh Praptisih mengelompokan litologi yang menyusun daerah Borobudur– Kalibawang dari
tua kemuda antara lain: Satuan Gunung api Tersier (Formasi Andesit Tua), Satuan
Tufa pasiran, Satun lempung-lanau, Satuan Konglomerat, Satuan Lahar. Dari hasil
urutan satuan batuan yang menarik adalah pada Satuan lempung-lanau yang juga terdapat tufa yang makin
keatas bercak putihnya makin dominan dan makin halus butirnya. Pada satuan ini
di beberapa lokasi dijumpai jejak fragmen fosil kayu. Fosil kayu yang terdapat di Kali Sileng ditafsirkan berumur 611
± 100 tahun BP hingga 856 ± 50 tahun BP (Murwanto,
1996) sedangkan menurut Newhall dkk (2000) berumur 420 ± 50 tahun BP hingga
3470 ± 50 tahun BP. Tebal keseluruhan lapisan ini ± 6,5 meter hingga 10 meter,
dimana yang tersingkap di Kali Elo ± 2,5 meter, Kali Sileng ± 6– 8 meter. Di lintasan Kali Sileng juga
dijumpai mata air asin yang ditafsirkan
sebagai proses reduksi dari air tanah. Hadirnya lapisan tufa dengan ketebalan
yang tipis, mengindikasikan bahwa daerah ini pernah tertutup oleh debu volkanik
yang berasal dari letusan gunung api pada kala Kuarterneri. Lapisan lanau-pasir
yang memperlihatkan struktur sedimen paralel laminasi, tampaknya dipengaruhi
oleh lingkungan pengendapan yang tenang, Sedangkan
lapisan pasir dan krikil di beberapa tempat sering memperlihatkan
struktur silang siur dan membaji, diduga pada posisi tersebut
pada lingkungan sungai yang teranyam (Praptisih, 2002).Pada tahun 2001, H.
Murwanto dkk melakukan pengeboran lempung hitam pada kedalaman 40 meter.
C. BUKTI
ADANYA DANAU BOROBUDUR
Sementara itu pakar
geologi justru mendukung pandangan Nieuwenkamp dengan menunjukkan bukti adanya
endapan sedimen lumpur di dekat situs ini. Sebuah penelitian stratigrafi,
sedimen dan analisis sampel serbuk sari yang dilakukan tahun 2000 mendukung
keberadaan danau purba di lingkungan sekitar Borobudur, yang memperkuat gagasan
Nieuwenkamp. Ketinggian permukaan danau purba ini naik-turun berubah-ubah dari
waktu ke waktu, dan bukti menunjukkan bahwa dasar bukit dekat Borobudur pernah
kembali terendam air dan menjadi tepian danau sekitar abad ke-13 dan ke-14.
Aliran sungai dan aktivitas vulkanik diduga memiliki andil turut merubah
bentang alam dan topografi lingkungan sekitar Borobudur termasuk danaunya.
Salah satu gunung berapi paling aktif di Indonesia adalah Gunung Merapi yang
terletak cukup dekat dengan Borobudur dan telah aktif sejak masa Pleistosen.
Menurut dua peneliti terdahulu yang
telah meneiti keberadaan danau purba di Borobudur, kesamaan terletak pada
lapisan satuan lempung-lanau. Yang didalamnya terdapat lempung hitam yang
banyak memberikan informasi tentang
keberadaan danau purba. Data lempung hitam yang mengindikasikan kondisi
lingkungan yang reduksi dan mekanisme arus yang tenang ,mengindikasikan
lingkungan danau. Kemungkinan daerah ini merupakan suatu laguna sehingga menyebabkan terjebaknya air laut di
daratan. Hal ini dibuktikan dengan adanya sumur air asin di daerah Desa
Candirejo, Sigug,dan Ngasinan. Berdasarkan
hasil data dari peneliti sebelumnya hipotesa tentang adanya danau purba
terbukti. Data geologi yang yang
membuktikan adanya danau purba berupa data urut-urutan lapisan batuan
dan endapan material lepas,fosil pollen,
dan penarikan unsur radioaktif. Struktur sedimen laminasimen dindikasi
lingkungan dengan mekanisme arus tenang. Penarikan radio karbon C-14 diketahui
lempung hitam itu berumur 22.000 tahun, dari hasil ini bisa disimpulkan danau
ini sudah ada sejak 22.000 tahun lalu(zaman Plistosen), dan berakhir disekitar
akhir abad ke 10 hingga abad ke 13. Lempung hitam banyak mengandung serbuk
sari (pollen) dari tanaman komunitas
rawa atau danau,antara lain Commelina,
Cyperaceae, Nymphaea stellata, dan Hydrocharis, juga fosil kayu. Jenis
flora ini merupakan tumbuhan yang hidup pada ekosistem
danau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar